Minggu, 26 September 2010

Nasehat Untuk Calon Haji


Mingggu pagi, saya punya tugas menjadi seorang pembawa acara (MC) pada acara Walimatus Shafar dirumahnya Bapak DKM Masjid Jami'Al-Ikhlas Desa Cibuntu Bapak Drs. Asan Asari, M. pd. Beliau beserta istri tercintanya Ibu Mamas Suherti, S. Pd insyaalloh tahun ini akan berangkat ke tanah suci Makkatul Mukarromah untuk melaksanakan Ibadah Haji.

Sebagaimana lazimnya tradisi didaerah saya dan dibeberapa daerah sekitar kota Bekasi, apabila ada yang akan berangkat haji ketanah suci, maka menjelang detik-detik keberangkatannya itu bisanya mengadakan Pertemuan Haji atau biasa disebut Walimatus Shafar. Yang tujuannya tiada lain diantaranya :

  1. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang maha rahman dan rahiim.

  2. Sebagai ajang untuk berpamitan kepada sanak kerabat, para tetangga dan handai tolan sekaligus menitipkan harta dan keluarga yang akan ditinggalkan selama sebulan lebih. Dan yang tidak kalah penting adalah

  3. Sebagai ajang Halal Bihalal, meminta maaf kepada keluarga, kerabat, para tetangga dan masyarakat sekitar atas segala kesalahan.
Berakaitan dengan walimatus shafar dan pelaksanaan ibadah haji, ketua Kelompok Bimbingan ibadah Haji (KBIH) Al-Munawaroh kota Bekasi Bapak KH. Aca Satibi M. A. berkenan memberikan sambutannya dan memberikan nasehat kepada pengantin haji yaitu Bapak Drs. Asan Asari, M. Pd beserta istri. Isi dari nasehatnya itu adalah :
Bahwa bagi segenap calon jema'ah haji kiranya telah memahami betul tentang hal-hal mendasar yang harus difahami. Ada 3 bersih yang harus dimiliki oleh para calon jema'ah haji agar hajinya nanti makbul dan mabrur, diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan surga-Nya. Apa 3 bersih itu……..?

Pertama : Bersihkan Hati.

Janganlah kita pergi untuk melaksanakan ibadah haji dengan niat selain karena Allah SWT. Sekali saja terdetik dalam hati niatan yang lain seperti ingin dipuji, karena tetangga, gengsi dan sebagainya, maka sungguh merugilah kita. Bukan hanya ibadah haji kita tertolak, tapi lebih dari itu kita tidak akan mendapatkan pahala bahkan mendapatkan dosa. Coba perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat ali Imran : 97 :
 
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah"

Dari ayat kita bias melihat bahwa ibadah haji harus karena allah SWT bukan karena motivasi lain.

Kedua : Bersih Badan

Maksudnya, bersih badan dari noda dan dosa. Baik dosa kita langsung kepada Allah maupun dosa kita kepada sesama manusia. Allah SWT maha pemurah dan maha mengampuni dosa bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya, Tapi Allah tidak akan mengampuni dosa kita kepada sesama manusia sebelum kita dimaafkan oleh manusia yang bersangkutan. Oleh karena itu melaui momentum Walimatus Shafar inilah saat yang tepat untuk saling menghalalkan, memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah terjadi diantara kita naik yang disengaja ataupun tidak. Dengan demikian ketika kita berangkat ketanah suci untuk menjadi tamunya Allah sudah benar-benar bersih dari kesalahan.

Ketiga : Bersih Harta

Melaksanakan ibadah haji wajib hukumnya bagi umat islam yang kuasa dijalannya. Kuasa dalam arti mampu biayanya serta sehat jiwa raga dan memungkinkan keadaanya. Proses pelaksanaan ibadah haji disamping memerlukan fisik yang bugar juga membutuhkan biaya yang banyak. Karena kita datang untuk menjadi tamunya Allah SWT, maka segala hal yang bekaitan dengan ibadah haji harus bersih termasuk harta yang kita gunakan. Bersih harta mengandung arti, harta yang kita nafkahkan untuk ibadah haji sudah tidak tercampur oleh hak dari delapan golongan yang berhak menerima zakat dari harta kita. Pendek kata harta yang kita gunakan unutk ibadah haji sudah kita keluarkan zakatnya untuk fakir, miskin, amilin, mu'allap, gharimin dan yang lainnya.

Nah, ketika niat kita sudah bersih, badan kita sudah bersih dari dosa dan harta yang kita gunakanpun sudah bersih maka pantaslah kita untuk mengucapkan :

 
لــبيك اللّهــمّ لبيك . لبيك لا شــر يك لك لبّيك. انّ الـحمد والنّعمة لك والملك لا شــريك لك.


 

Demikianlah nasehat yang disampaikan oleh Bapak KH. Aca Satibi M. A. dalam sambutannya pada acara Walimatus Shafar dikediaman Bapak Drs. Asan Asari, M. Pd. Semoga nasehat ini juga bermanfaat bagi kita yang akan menjadi calon jema'ah haji berikutnya. Amiin yaa rabbalaalamiin…….

 

 

 

 

 

 

Kamis, 23 September 2010

Seputar Manasik Haji

Dari Jabir Ibnu Abdullah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menunaikan haji dan kami keluar bersamanya. Ketika kami sampai di Dzul Hulaifah, Asma' binti Umais melahirkan, lalu beliau bersabda: "Mandilah dan bercawatlah dengan kain, lalu berihramlah", dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat di masjid, kemudian naik unta Qoshwa (julukan unta Nabi) Ketika tiba di Baida' beliau bertalbiyah dengan kalimat Tauhid: (artinya = Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Segala puji, nikmat dan kerajaan hanya milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu). Ketika kami sampai di Ka'bah, beliau menjamah Hajar Aswad, lalu thowaf dengan berlari-lari kecil tiga kali dan berjalan empat kali. Kemudian beliau datang ke maqam Ibrahim dan sholat. Setelah itu beliau kembali lagi ke Hajar Aswad dan menjamahnya. Lalu beliau keluar dari pintu menuju Shofa. Ketika sudah mendekat Shofa, beliau membaca: "(Artinya = Sesungguhnya Shofa dan Marwa adalah termasuk syiar agama Allah), aku mulai dengan apa yang dimulai oleh Allah." Lalu beliau menaiki puncak Shofa sehingga dapat melihat Ka'bah. Kemudian beliau menghadap Ka'bah, lalu membaca kalimat Tauhid dan Takbir, dan mengucapkan: "(artinya = Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, yang menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan menghancurkan golongan-golongan musuh sendirian)". Kemudian beliau berdoa seperti itu tiga kali, lalu turun ke Marwa. Ketika kedua kakinya menginjak tengah-tengah lembah, beliau berlari-lari kecil, dan ketika kami mendaki beliau berjalan biasa menuju Marwa. Beliau berbuat di Marwa sebagaimana yang beliau lakukan di Shofa. Kemudian perawi melanjutkan hadits dan didalamnya disebutkan: Tatkala tiba hari tarwiyah, mereka berangkat menuju Mina dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menaiki kendaraannya. Di tempat itu (Mina) beliau sholat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh. Kemudian beliau berhenti sejenak hingga matahari terbit, lalu beliau berangkat menuju Arafah, dan beliau telah mendapatkan kemahnya telah dipasang di Namirah. Beliau singgah di tempat tersebut. Ketika matahari tergelincir, beliau menyuruh agar disiapkan unta Qoshwanya dan disiapkanlah unta tersebut untuknya. Beliau ke tengah lembah dan berkhutbah di tengah-tengah manusia. setelah adzan dan qomat beliau sholat Dhuhur. Kemudian qomat dan sholat Ashar, dan beliau tidak melakukan sholat apapun antara keduanya. Lalu beliau menaiki kendaraan menuju tempat wuquf. Beliau merapatkan perut untanya ke batu-batu besar. Beliau berhenti di jalan besar dan menghadap kiblat. Beliau terus wukuf hingga matahari terbenam, awan kuning mulai menghilang dan bola matahari telah benar-benar lenyap, lalu beliau bertolak. Beliau mengencangkan kendali untanya hingga kepala unta itu menyentuh tempat duduk kendaraan. Beliau memberi isyarat dengan tangan kanannya sambil bersabda: "Wahai sekalian manusia, tenanglah, tenanglah." Beliau mengendorkan tali untanya sedikit demi sedikit sehingga unta itu dapat berjalan mendaki. Setibanya di Mudzalifah beliau sholat Maghrib dan Isya' dengan sekali adzan dan dua kali qomat. Beliau tidak membaca tasbih apapun antara keduanya. Kemudian beliau berbaring hingga fajar terbit. Beliau sholat Shubuh tatkala waktu Shubuh sudah tampak jelas dengan adzan dan qomat. Kemudian berangkat dengan kendaraannya, dan ketika sampai di Masy'aril Haram beliau menghadap kiblat, lalu membaca doa, takbir, dan tahlil. Beliau tetap berada di situ hingga terang benderang, lalu beliau bertolah sebelum matahari terbit. Ketika tiba di lembah Muhassir beliau mempercepat kendaraannya sedikit dan memilih jalan tengah yang keluar menuju ke tempat Jumrah Kubra. Setibanya di Jumrah dekat pohon beliau melempar tujuh kali lemparan batu-batu kecil, setiap biji batu sebesar kelingking. Beliau melempar dari tengah-tengah lembah itu. Kemudian beliau menuju tempat penyembelihan dan berkurban di tempat tersebut. Lalu menaiki kendaraan menuju Baitullah untuk melakukan thawaf ifadlah dan sholat Dhuhur di Mekkah. (HR. Muslim)

Walimatus Safar





Setelah melaksanakan puasa dan kita raih kemenangan dihari yang fitri, sekarang umat islam yang telah mendapatkan panggilan untuk berangkat Haji khususnya di Indonesia tengah bersiap-bersiap. Salah satu tradisi dikita adalah mengadakan pertemuan haji atau Walimatus safar. Lalu harus seperti apa kita memandang tradisi ini dan apa yang menjadi dasarnya.
Sebagaimana kita ma’lum bersama, bahwa ritme kehidupan manusia tidak lepas dari senang dan susah. Manusia akan merasa senang saat merasa bahwa apa yang diterimanya adalah nikmat, sebaliknya ia akan merasa gundah bila merasa tertimpa musibah. Fitrah manusia menuntun untuk mengekspresikan rasa terima kasih kepada pemberi nikmat saat menerimanya. Namun menjadi lain bila merasa tertimpa kesusahan. Bagi seorang mukmin yang tentu menyadari bahwa semuanya merupakan anugerah dan sekaligus ujian dari Allah, maka sebagaimana dikatakan Nabi:  ”Jika menerima nikmat, dia bersyukur dan yang demikian itu adalah merupakan kebaikan untuknya. Dan bila tertimpa musibah, ia bersabar. Dan itu juga merupakan kebaikan untuknya.” [HR Muslim]

Dalam kaitannya dengan mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji yang sejak lama diidamkan dan melalui proses yang panjang, maka pantaslah bagi seorang mukmin mensyukuri nikmat berupa kesehatan, kecukupan, dan kesempatan untuk menunaikan salah satu rukun Islam itu. Walaupun masih berupa peluang akan berangkat pun, dengan kepastian keberangkatan adalah nikmat pula. Namun hakikat dari syukur adalah pendayagunaan segala nikmat yang Allah berikan untuk bersikap taat kepadanya. Adapun ekspresi lain berupa penyelenggaraan walimah disebabkan mau berangkat haji tidak dikenal khazanah fikih Islam. al-Bahuti menginventarisasi berbagai macam walimah, yang biasa disebut para ulama dalam Bab Walimah, yakni terdapat sebelas macam, tetapi tidak dijumpai adanya walimah hendak berangkat haji.

Begitu pula Ibn Thuluun dalam kitabnya Fash al-Khawatim fi Ma Qila fi al-Wala’im”. Dari dua belas macam yang ia cantumkan, tak sedikit pun menyinggung tentang adanya walimah safar. Terkait dengan perjalanan (safar) mereka berdua hanya menyebut al-naqi’ah, yaitu makanan yang disiapkan untuk makan bersama undangan karena menyambut orang yang datang dari bepergian.

Walaupun demikian, hal ini tidak berarti dilarang. Memberi makan kepada orang lain dengan maksud sedekah adalah hal yang jelas dianjurkan dalam syariat. Yang tidak boleh adalah meyakini bahwa walimah safar (hendak berangkat haji) adalah sesuatu yang disunnahkan atau dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. atau bahkan bagian dari tuntunan berhaji, hingga bila tidak dilakukan lantas dinilai cacat dalam beragama. Dan bila dalam praktiknya hanya menuruti adat setempat yang ternyata memakan biaya besar, sehingga dapat menghalangi orang berhaji karena modalnya pas-pasan atau potensial menjadi ajang persaingan prestise dan pamer, maka wajib adanya pelurusan, bahkan mungkin  sampai fatwa pelarangan.

Adapun yang disebut ulama dengan al-naqi’ah sebagaimana pengertian di atas, maka dalam kitab ulama madzhab Syafi’i dikatakan bahwa hal itu dianjurkan (mustahab/mandub), utamanya bagi orang yang pulang haji (Hasyiayah al-Qalyubi: II/190). Masalahnya tak satu pun dalam kitab tersebut maupun kitab yang lain adanya pencantuman dalil yang spesifik terkait dengan walimah pulang haji itu.

Kemungkinan besar yang menjadi pedomannya adalah analogi dengan walimah al-‘urs(nikah) karena sama-sama merupakan momentum kebahagiaan. Dan dengan niatan bersyukur kepada Allah secara mutlak karena telah mendapat nikmat, jelas dibolehkan dan bebas dari jatuh pada salah keyakinan tentang pensyariatannya. Semuanya tentu harus pula memperhatikan keterangan di atas yang berkaitan dengan walimah sebelum haji. Wallahu a’lam.


Sumber :  http://www.hidayatullah.com

Minggu, 12 September 2010

HAK SESAMA MUSLIM



Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)". Riwayat Muslim.

WAKTU KITA

Tak terasa yaa kemarin sudah lebaran lagi, sudah mudik, liburan dan sekarang sudah beraktifitas lagi. Mmmh....rasanya begitu cepat waktu ini berputar. Diakui atau tidak usia kita sekarang semakin tua, semakin berkuranglah jatahnya. Harus selau kita renungkan apa kah yang telah kita perbuat selama ini sudah betul-betul untuk bekal kita pdaha hari kembali yang sesungguhnya.




Sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanya sebentar saja. Berdasarkan fakta, paling lama kita hidup di dunia ini sekitar 80 sampai 100 tahun. Kehidupan kita yang abadi dan kekal adalah di akhirat kelak. Kenyataannya kita sering lupa sehingga sebagian besar potensi diri dan waktu yang kita miliki, kalau tidak dikatakan semuanya, kita curahkan untuk kepentingan dunia. Padahal seharusnya kita curahkan untuk kepentingan kehidupan akhirat.

Betapa tidak? Hampir semua waktu dan potensi diri kita gunakan untuk mencari uang atau harta. Sekitar 8 jam digunakan untuk bekerja. Di jalan kita habiskan 2 sampai 4 jam. Tidur kita pakai 5 sampai 6 jam. Berapa jam yang kita gunakan untuk ibadah shalat fardhu, shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berzikir dan berbagai aktivitas ibadah lainnya? Berapa pula waktu yang kita habiskan pada hal-hal yang tidak berguna?

Kalau kita bekerja 8 jam perhari dan 5 hari sepekan, bearti kita gunakan hidup kita untuk mencari uang sekitar 40 jam perpekan, atau sekitar 23,8 % dari umur kita sejak kita bekerja. Kalau di jalan kita habiskan 3 jam perhari dan 5 hari per pekan, berarti kita menggunakan umur kita di jalan sebangak 8,92 %. Kalau kita tidur sebanyak 6 jam per hari, maka kita akan menggunakan hidup ini sekitar 25 % untuk tidur. Jika kita habiskan waktu 20 menit untuk sekali makan, maka kita membutuhkan waktu 1 jam per hari, atau sekitar 4,16 % kita habiskan umur kita untuk makan. Total waktu untuk bekerja, di jalan, tidur dan makan adalah sekitar 61,88 %.

Lalu, bagaimana pula waktu yang kita gunakan untuk shalat fardhu? Jika kita gunakan waktu untuk shalat fardhu 10 menit per shalat, maka kita butuh 50 menit saja, atau sekitar 3,47 %, dari waktu yang diberikan Allah pada kita. Bagaimana pula waktu untuk ibadah sunnah seperti, shalat sunnah, termasuk tahajjud, membaca Al-Qur’an, berzikir pada Allah dan aktivitas ibadah lainya? Katakanlah untuk semua itu kita gunakan sekitar 1 jam perhari, berarti sekitar 4,16 % dari hidup ini kita gunakan untuk ibadah sunnah. Maka total waktu yang kita gunakan untuk ibadah fardhu dan sunnah hanya sekitar 7,63 %. Coba bandingkan dengan waktu yang kita gunakan untuk bekerja, di jalan, tidur dan makan yang mencapai 61,88%. Apakah ini fenomena yang menggembirakan atau memprihatinkan? Belum lagi persoalan kehalalan uang dan harta yang kita dapatkan dan dosa-dosa yang kita lakukan setiap harinya.

Gambaran di atas tentulah bukan gambaran yang sebenarnya. Paling tidak gambaran di atas menjadi modal berfikir bagi kita semua untuk mengevaluasi dan meninjau ulang aktivitas dan program hidup yang kita jalankan sehari-hari. Apakah aktvitas dan program seperti itu sudah cukup untuk menyelamatkan kita dan keluarga kita dari api neraka di akhirat nanti? Atau tidak akan banyak bermanfaat di akhirat kelak dalam penyelamatan diri dan keluarga kita dari neraka?

Arus Balik di Pantura Masih Normal - news.okezone.com

Arus Balik di Pantura Masih Normal - news.okezone.com

Jumat, 10 September 2010

IDUL FITRI 1431 H


Sejak terbenam matahari tadi malam hingga sebelum terbenam matahari hari ini, seluruh kaum muslimin serentak mengumandangkan kalimat takbir, tahmid dan dzikir lainnya, sebagai pengamalan dari Firman Allah SWT

"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur"

Kita sempurnakan bilangan puasa kita, kita jalan kan seluruh syariat yang diperintahkan dibulan Ramadhan, kemudian kita tunaikan Zakat fitrah

 “Sungguh berbahagialah orang yang berzakat mensucikan dirinya dan menyebut asma ALLAH lantas melakukan shalat hari raya”. (QS. 87: 14-15)
 
Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1431 H