Tampilkan postingan dengan label NASEHAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NASEHAT. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2013

ETIKA BERBICARA

-->
Manusia tidak bisa menghindar dari berbicara, dan bahkan cara
berbicara manusia akan mencerminkan kualitas intelektualitas dan
lingkungan dirinya. Agama Islam mengajarkan tatakrama berbicara
sebagai berikut:

1. Pembicaraan hendaknya mengarah kepada kebaikan, karena Rasulullah
bersabda:  Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaknya ia berkata yang baik-baik, atau berdiam diri saja. (H.
Muttafaq `alaih)

2. Menjauhkan diri dari pembicaraan yang bathil. Hadis riwayat
Abdullah bin Mas`ud menyebutkan bahwa manusia yang paling besar
dosanya di hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicaranya soal
kebatilan.

3. Meskipun berada di pihak yang benar, hendaknya tetap menghindari
pertengkaran. Rasulullah pernah bersabda: Aku adalah pemimpin suatu
rumahtangga di taman sorga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang
menghindari pertengkaran meski berada di pihak yang benar. (Sahih al
Jami`, 1477)

4. Menjauhi pembicaraan yang berlebihan. Rasulullah pernah bersabda:
Bahwa orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku
nanti di hari kiamat adalah orang yang suka bicara banyak, yang suka
membuat-buat dan yang pembicaraannya penuh kesombongan. (Silsilah
sahihah, 791)

5. Memperhatikan pembicaraan lawan bicara, tidak memotong pembicaraan
orang, tidak mendengar sambil main-main dan tidak mengalihkan
perhatiannya ke hal lain. Ketika haji wada` Rasulullah pernah
berkata: Tolong, orang-orang supaya diam mendengarkan (kata-kataku).
(H. Muttafaq `alaih)

6. Menjauhi kata-kata yang sifatnya menghujat dan menjelek-jelekkan
orang lain, karena hal itu akan mendatangkan banyak mudlarat. Firman
Allah, Artinya: Janganlah sebagian kamu mengupat sebagian yang
lainnya, apakah salah seorang diantaramu sudi memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian jijik memakannya. (al
Hujurat: 12)

Menurut Abu Hurairah, Rasulullah pernah menyebutkan bahwa; mengumpat
(ghibah) itu menyebut sesuatu pada orang lain yang ia tahu bahwa apa
yang disebutkan itu pasti tidak disukai oleh orang yang diceriterakan
itu. Jika yang dikatakan itu benar, kata Rasulullah, hal itu disebut
ghibah, jika tidak benar berarti dusta. (HR. Muslim)

7. Menjauhi pembicaraan yang berakibat adu domba atau memecah belah
(namimah), yakni menyebarkan kebohongan, kebencian dan fitnah antara
sesama manusia. Rasulullah pernah bersabda: Tidak akan masuk sorga
tukang pemecah belah manusia. (HR.Muslim)

8. Tidak menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya, tidak pula
menceriterakan rahasia orang lain tanpa seizin yang mempunyai
rahasia. Rasulullah pernah bersabda: Cukup seseorang dipandang
sebagai pembohong jika ia menceriterakan segala apa yang didengarnya.
(HR. Muslim)

Allah berfirman: Artinya: Tidak ada yang ke luar dari ucapan
seseorang melainkan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid. (Q/s.Qaf:
18)

9. Apabila merasa perlu untuk mengkoreksi kesalahan orang lain, maka
hendaklah dilakukan dengan bijaksana dan kasih sayang, tidak dengan
emosionil, tidak konfrontatif, tidak meremehkannya atau
membohonginya. Bersikaplah proporsionil, tidak main-main ketika ia
harus serius, dan tidak tertawa-tawa ketika harus berduka cita.

Senin, 23 April 2012

WASPADAI PINTU MASUK SETAN


Sesungguhnya setiap detik dari hidup kita, setiap hembusan nafas, setiap pikiran yang yang tersirat, setiap amal perbuatan yang kita kerjakan, tidak  akan pernah lepas dari upaya setan untuk menggoda, menyesatkan, menyelewengkan dari tujuan yang benar dan menggiring kepada dosa dan maksiat. Kita mungkin tidak menyadari  dan memang tanpa kita sadari, setan terus berupaya menenggelamkan, menghanyutkan kita agar semakin jauh dari jalan yang benar, meninggalkan ketaatan secara perlahan dan halus, tanpa terasa oleh kita. Dan itulah tugas utama setan dan iblis, sebagai mana ia telah terusir dari surga dan terjauhkan dari rahmat Allah maka diapun ingin menjauhkan manusia dari dari rahmat Allah dan kemudian sesat bersamanya. Begitulah ungkapan setan ketika mendapatkan laknat Allah:

Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan." Iblis berkata: "Ya Tuhanku, berilah penangguhan kepadaku sampai hari mereka dibangkitkan." Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat)." Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (QS. Shad: 77-83)

Menyadari ini semua, bahwa keberadaan kita di dunia ini, tidak akan pernah lepas sedikitpun dari upaya setan untuk mempengaruhi kita, merayu, melalaikan kita dengan apapun, bahkan mereka mampu masuk bersama aliran darah kita, dengan hanya satu tujuan mengumpulkan manusia sebanyak-banyaknya untuk bersama-sama sesat dan menghuni neraka jahanam. Mengetahui tipu daya setan dan iblis dalam menyesatkan manusia, serta mengetahui cara menghadapi tipu daya tersebut menjadi penting untuk kita sama-sama kita ketahui sehingga kita mampu terhindar dari tipu daya tersebut.

Di antara pintu-pintu dan metode setan menyesatkan manusia yang perlu kita waspadai  adalah:

Pertama: Pintu Syubhat dan Syahwat

Syubhat berarti suatu yang meragukan dan samar-samar, sedangkan syahwat adalah dorongan hawa nafsu, maka dari sinilah setan akan semakin kuat menggoda, kemudian setan menghembuskan bisikan dan rayuannya. Setan akan yang terus membujuk sehingga seakan membuat hati menjadi tenang  untuk melakukan hal perbuatan tersebut. Bahkan setan telah menghembuskan syubhat dan syahwat iniitu sejak awal permusuhan dengan Nabi Adam, setan telah melakukan langkah-langkah kejinya untuk menggelincirkan anak keturunan adam agar tidak mentaati perintah Allah.

Mari kita perhatikan ucapan setan, dengan tipu dayanya di dalam firman Allah berikut:

"Maka setan menggoda mereka berdua untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya." [Al-A'râf/7:20-22]

Dari ayat ini dapat dipetik satu pelajaran penting bahwa setan mempermainkan kecenderungan manusia yang tersembunyi, manusia ingin kekal, diberi umur yang panjang, manusia juga ingin memiliki kepemilikan harta yang tak terbatas padahal usia mereka pendek dan terbatas.

Dalam ayat ini diketahui bahwa tipuan yang digunakan setan adalah: An takuunaa malakaini au takuunaa minal khalidin.”

Dalam penjelasan ayat ini, kata malakaini ada dua bacaan yang dapat dijadikan  pengertian untuk memahamai maksud dari ayat ini. Bacaan pertama adalah: malikaini yaitu huruf lam dibaca kasroh yang berarti dua orang raja, yakni raja dan ratu, bacaan ini dikuatkan oleh nash lain dalam surat Thaaha:

 “Maukah aku tunjukan kepada kalian berdua, kepada pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan punah”. (QS. Thaha: 120)

Atas dasar bacaan ini, maka tipuan setan ini adalah kekuasaan yang abadi dan umur yang kekal. Keduanya merupakan syahwat atau kecenderungan yang paling kuat dalam diri manusia, selain syahwat terhadap lawan jenis, yang banyaknya kita dengar bersama berbagai macam kasus dan skandal terjadi, ini membuktikan bahwa setan sudah banyak berhasil dalam menyesatkan manusia.

Bacaan kedua adalah malakaini, huruf lam dibaca fathah yang berarti dua malaikat, maka manupulasi setan itu adalah dengan melepaskan manusia dari ikatan-ikatan fisik seperti malaikat yang kekal.

Ketika Iblis ini mengetahui bahwa Allah melarang Adam dan Hawa memakan buah ini, dan larangan ini terasa berat dalam jiwa mereka, maka untuk menggoyang hati  mereka, iblis menimbulkan khayalan dan angan-angan kepada mereka, di samping juga mempermainkan syahwat dan keinginan mereka.  Bahkan iblis memperkuat dengan sumpah bahwa ia adalah pemberi nasehat yang berlaku jujur.

Pintu setan yang kedua adalah : Al-Hirsh wal Hasad

Menurut Imam Al-Ghazali, diantara pintu-pintu setan yang sangat besar adalah al-hirsh atau tamak dan hasad, yaitu kedengkian. Rasa tamak dan sifat hasad ini menjadi salah satu pintu yang menyebabkan setan bisa masuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia kemudian setan menguasainya. Ketika setan sudah mampu menguasai jiwa, maka itu pertanda akan membawa pada kebinasaan.

Imam Abu Dawud dalam Kitab Sunnan-nya menyebutkan sebuah riwayat. Ketika Nabi Nuh ‘Alaihissalam menaiki perahu, dan memasukkan ke dalam perahu itu berbagai makhluk  secara berpasang-pasangan, tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tidak dikenal. Orang itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh ‘Alaihissalam bertanya, “Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.” Orang tua itu adalah setan.

Lalu, Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata, “Keluarlah kamu dari sini, hai musuh Allah! Kamu terkutuk!” Iblis itu kemudian berkata kepada Nabi Nuh, “Ada lima hal yang dengan kelimanya aku membinasakan manusia. Akan kuberitahukan yang tiga, dan kusembunyikan yang dua.” Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh: “Katakan, aku tidak membutuhkan yang tiga. Aku membutuhkan yang dua.” Lalu Nuh bertanya, “Apa yang dua itu?” Iblis menjawab, “Dua hal yang membinasakan manusia adalah ketamakkan dan kedengkian. Karena kedengkian inilah, aku dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena dorongan ketamakkan itu pula, Adam dan Hawa tergoda untuk menuruti keinginannya.”

Ketiga : Memandang kecil dan meremehkan dosa-dosa kecil.

Dosa-dosa kecil dampaknya sangat berbahaya bagi manusia, seorang yang menganggap kecil suatu perbuatan dosa maka dengan demikian setan akan selalu menjadikan orang tersebut meremehkan dosa-dosa kecilnya, sehingga dia akan terus menerus melakukannya dan dosa itu akan membinasakannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya tentang dosa-dosa kecil dengan sabdanya,

 Jauhilah dosa-dosa dan sesuatu yang dianggap dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu ketika dilakukan seseorang maka ia akan membinasakannya. (HR. Ahmad, no. 23194)

Minggu, 26 Juni 2011

Kebahagiaan Yang Haqiqi


Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur ke hadhirat Allah yang Maha Rahman dan Rahiim, atas segala ni’mat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua. Salah satu dari ni’mat yang tak terhitung itu ialah bisa bersilaturrahminya kita melalui blog ini, yang kita jadikan media untuk saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Semoga semua selalu berada dalam keridhoan dan lindungan –Nya. Aamiin.

Sholawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada Nabi akhir zaman yang menjadi teladan bagi kita semua dialah Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabat, para tabi’in dan para pengikut yang selalu istiqomah menjalankan segala ajaranya, semoga termasuk kita didalamnya.

Saudaraku ...
Sebagai manusia sudah barang tentu kita mendambakan dan mengidamkan kehidupan yang bahagia. Berbagai macam pandangan orang tentang makna sebuah kebahagiaan. Ada di anatara kita yang yang menggambarkan kebahagiaan itu dengan kekayaan, dengan uang yang apabila kita menginginkan sesuatu maka akan langsung terpenuhi. Ada juga yang menggangap apabila mempunyai jabatan yang tinggi dan terhormat dimasyarakat itu merupakan sebuah kebahagian.

Saudaraku ...
Makna kebahagiaan seperti yang diatas tidak disalahkan, tapi kita harus ingat bahwa semua itu hanya sebagaian kecil dari sebuah kebahagian yang sebenarnya. Dan hal penting yang harus selalu kita ingat adalah baik kaya maupun miskin semua itu adalah ujian dari Allah SWT. Oleh karenanya kebahagiaan yang haqiqi bukan terletak pada bergelimangnya harta, bertumpuknya uang dan jabatan yang tinggi ... melainkan terletak pada bagaimana kita bisa mensyukuri dan memaknainya dalam kehidupan didunia yang fana ini. Nah ... Saudaraku lebih lanjut mari kita perhatikan firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang artinya :     

"Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia). dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (di akhirat kelak)" (Q.S an-Nahl: 97).

Beberapa sahabat ahli tafsir dari kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti  Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalhah, Ikrimah dan Wahab bin Munabbih dan pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ketika memberikan penjelasan terhadap ayat tersebut, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik di dunia adalah Allah akan memberikan rizki yang halal dan baik, timbulnya rasa qana'ah (perasaan cukup) dengan apa yang telah Allah anugerahkan dan karuniakan, serta mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dalamnya.

Berkaitan dengan permalahan rizki yang telah Allah Ta’ala tentukan dan anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus menjadi keyakinan seorang muslim, diantaranya:

Manakala kita telah menyakini bahwa diantara sifat fi’liyah yang dimiliki Allah Subhaanahu wa ta'ala dan menujukkan kesempurnaan rububiyah-Nya adalah Allah Ta’ala sebagai Dzat satu-satunya Pemberi Rizki kepada setiap makhluk, Dia sendiri yang telah menentukannya sesuai dengan kadar masing-masing sejak 50 ribu tahun sebelum bumi diciptakan, kemudian ketentuan ini ditulis oleh malaikat sejak manusia berada di dalam kandungan ibunya pada 40 hari ke 4, sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sebuah hadit riwayat Imam Muslim, maka termasuk konsekwensi iman terhadap qadha dan qadar Allah Ta'ala bagi setiap muslim dalam masalah ini adalah, dia harus menyakini bahwa segala bentuk rizki, baik yang datang dari langit maupun buminya, dalam bentuk harta dan anak, rumah, perkebunan, sehat dan tentram telah Allah tentukan bagi setiap hamba-Nya, bahkan kepada binatang melata pun telah Allah Ta’ala berikan bagiannya. Allah Ta'ala berfirman :

”Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6)

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal dunia sampai ia sudah meraih seluruh bagian rizkinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan lakukan cara yang baik dalam mencari rizki." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani)

Saudaraku ...
Dengan demikian setiap kebaikan dan setiap bentuk dan kadar rizki setiap makhluk telah Allah tentukan, tidak ada seorang pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan tersebut. Sebagaiman yang demikian telah merusak keyakinan sebagian kaum muslimin, sehingga mereka terjerumus dalam sekian bentuk kesyirikan, mereka mendatangi tukang ramal, mencari hari baik dan mujur, mengarahkan bangunan rumah-rumah mereka ke arah tertentu bahkan melakukan dan mengadakan ritual-ritual tertentu dengan keyakinan agar mendapatkan rizki yang banyak. Na’udzubillahi mindzalik.

Di antara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam masalah rizki juga, bahwa Allah Ta'ala telah membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang terhadap lainnya berkaitan dengan rizki dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali dengan nasab dan keturunan, warna kulit, kedudukan, kehormatan, kepandaian, bahkan keta'atan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah Ta'ala memberikan nikmatnya kepada seluruh makhluknya untuk suatu hikmah dan tujuan yang Allah ketahui dan kehendaki.

Sehingga dengan demikian ada sebagian di antara manusia yang mendapatkan harta yang cukup atau bahkan melimpah ruah dan sebagian yang lain justru sebaliknya, serba kekurangan dan menghadapi kesulitan hidup.

Dalam hal Allah Ta'ala telah menegaskan sebagaimana firman-Nya :

Dan Allah telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” (QS. An nahl : 71)

Namun yang terjadi, betapa banyak orang yang telah Allah Ta'ala karuniakan rizki yang melimpah, kedudukan yang berada, keluarga terhormat dan terpandang di masyarakat, namun mereka tidak mendapatkan dan merasakan sedikitpun nilai suatu kebahagian hidup di dunia sama sekali apalagi di akhirat karena mereka telah jauh dari tuntunan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallaahu 'alaihi wasallam. Sebaliknya betapa banyak orang yang berkehidupan serba kekurangan dan pas-pasan, namun mereka justru dapat merasakan kebahagiaan dengan keadaan yang telah ditentukan oleh Allah Ta'ala terhadapnya karena ketaqwaan, kesabaran, rasa tawakkal, dan qana'ah yang mereka miliki serta khusnudhan mereka terhadap Allah Ta'ala.

Mereka merasa telah mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan ini semua merupakan sebab-sebab mereka mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Apa yang menjadi rahasia di balik ini semua ….?? Sesungguhnya rizki yang haqiqiy adalah hati yang terhiasi dengan keimanan dan perasaan cukup dengan apa yang telah AllahTa'alaanugerahkan. Sehingga seseorang merasa mendapat kebaikan dan merasakan kebahagiaan di dunia sebelum akhiratnya. Oleh karena itulah suatu ketika Umar bin Khathab pernah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy'ari, dan beliau mengatakan kepadanya :

"Merasa cukuplah dengan rizkimu di dunia, sesungguhnya Allah Ta'ala telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki"

Maka manakala Allah Ta'ala menginginkan terhadap hamba-Nya satu kebaikan dan kebahagiaan, maka Allah Ta'ala akan memberikan keberkahan dan mencatat baginya kebaikan dalam menggunakan segala bentuk kenikmatan dan mendapatkan keberkahan pada hartanya, keberkahan dalam keluarganya, dan keberkahan dalam setiap keadaan dan urusannya. Kalau sudah demikian tidak ada seorangpun yang dapat menutup segala keberkahan tersebut. Sebaliknya jika Allah Ta'ala menghendaki sebaliknya maka tak akan ada seorangpun yang dapat memberikan keberkahan. Maka yang menjadi ukurannya adalah keberkahan dan inilah rizki yang hakiki. Bagaimana Allah Ta'ala dengan kekuasaan-Nya menjadikan yang sedikit menjadi banyak, dan yang kecil menjadi besar. Dan jika Allah Ta'ala menghendaki demikian, maka Allah Ta'ala akan membukakan dan memudahkan kepada seseorang mendapatkan sebab dan jalan pintu-pintu keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Faathir : 32)


Keyakinan berikutnya adalah, bahwa rizki yang telah Allah Ta'ala anugerahkan kepada kita seharusnya kita jadikan sebagai washilah dan sarana untuk mendekatkan diri dan menjaga ketaatan kita kepada Allah Ta'ala dan bukan justru sebaliknya.
Syaikhul Islam Taqiyuddin rahimahullah pernah menuturkan :

Sesungguhnya Allah Ta’ala mencipatakan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Nya, dan menciptkakan rikzi untuk mereka hanyalah agar dengannya dapat membantu mereka dalam beribadah kepada-Nya.”

Dengan demikian pada hakekatnya, apa yang telah Allah Ta'ala anugerahkan bukan untuk kesenangan dan permainan yang telah diharamkan oleh Allah Ta'ala Rasul-Nya sehingga dapat melalaikan akhirat.

Bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan ketika Allah Ta'ala meminta pertanggungjawaban harta tersebut di hari kiamat kelak..? wallahu musta’an.

Banyak kita temukan ayat-ayat al-Qur’an yang yang menunjukkan bahwa maksud terpenting Allah Ta'ala menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya adalah agar denga sarana rizki tersebut seorang hamba dapat beribadah kepada Allah Ta'ala.


Adapun syubhat perasaan yang sering terlintas dalam benak mayoritas kaum Muslimin adalah bahwa Allah Ta'ala telah banyak memberikan kemudahan dan kelapangan rizki kepada orang-orang yang pada hakekatnya jauh dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya, pelaku maksiat, bahkan orang-orang dari kalangan non muslim, dan sebaliknya kaum Muslimin justru dalam keadaan serba kekurangan, kelaparan, menderita dan lain sebagainya.

Maka sikap seorang muslim yang benar, dia harus meyakini bahwa ini semua adalah merupakan bentuk ujian dan cobaan dari Allah subhaanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang masih memiliki rasa keimanan kepada-Nya!! Dan sesungguhnya ketika Allah Ta'ala memberikan rizki kepada setiap hamba-Nya, maka yang demikian tidaklah pasti menunjukkan kecintaan Allah Ta'ala dan ridha kepadanya.

Allah Ta'ala telah tegaskan dalam berfirman:

"Dan kepada orang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS. Al Baqarah :126)

Maka terkadang Allah Ta'ala memberikan rikzi kepada orang-orang yang jahat lebih banyak daripada orang-orang yang baik. Dan memberikan rizki kepada orang-orang kafir berlipat ganda dan keadaan kaum Muslimin pada mayoritasnya justru sebaliknya. Allah Ta'ala berfirman,

Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (QS. Maryam:74)

Saudaraku ...
Marilah kita renungkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bersumber dari 'Uqbah bin Amir , Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Seandainya kamu melihat Allah ta'ala menganugerahkan nikmat dunia kepada seorang hamba, sementara dia pelaku maksiat, maka ketahuilah bahwa yang demikian hanyalah istidraj dari Allah"

Kemudian beliau membaca ayat:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am:44)

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata:"Rabbku telah memuliakanku". (QS. 89:15) Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata:"Rabbku menghinakanku". (QS. Al Fajr:16)

Akhirnya saudaraku ... marilah kita selalu berhusnuzh-zhan, berprasangka baik kepada Allah Ta'ala dalam situasi dan kondisi apapun, ketika kita mendapatkan nikmat kita bersyukur, sebaliknya ketika kita mendapatkan musibah dan cobaan kita-pun bersabar untuk tujuan yang lebih agung yaitu kebahagiaan di akhirat.

Sahabat Jabir bin Abdullah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tiga hari sebelum beliau wafat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda,

“Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal, melainkan dia dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Muslim)

Kendatipun rizki seseorang telah ditetapkan semenjak manusia berada di dalam perut ibunya. Namun tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui pendapatan rizki yang akan ia peroleh pada setiap harinya, ataupun selama hidupnya. Ini semua tentu mengandung hikmah sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman,
"Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia usahakan. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34)

Dengan demikian seorang muslim disyari'atkan dan dituntut selayaknya tetap mencari sebab-sebab sehingga AllahTa'ala akan memberikan rizki kepadanya, dengan cara berusaha secara maksimal untuk mencari rizki yang halal dan baik, dan menjahui hal-hal yang haram, sehingga keberkahan ada di dalamnya dengan senantiasa menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah Ta'ala, sabar serta tawakkal terhadap segala ketentuan Allah Ta'ala, menjaga ketaqwaan kepada-Nya, membiasakan bersedekah, menyambung silaturrahim, dan senantiasa berdo'a dan meminta hanya kepada Allah Ta'ala serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan dosa, karena kemaksiatan dapat menyempitkan dan mengurangi rizki seseorang dan keberkahannya. Sebagaimana hal ini banyak termaktub di dalam al-Qur'an dan hadits Nabi di dalam banyak tempat.

Semoga kita senantiasa berusaha dengan optimal mensyukuri segala ni’mat yang telah Allah berikan dan menjadi bagian amal shalih kita sehingga kita akan meraih kebahagian yang sesungguhnya. Aamiin.

Jumat, 21 Januari 2011

Siapa Teman Kita ... ???


Assaalamu’alaikum sahabatku semua, gimana kabarnya….? Semoga saat membaca artikel ini sahabat sedang dalam keadaan sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun. Sungguh bahagia hati ini ketika ketika kita bisa saling berbagi dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Ini semua adalah anugerah dari Allah Khaliqul Alam, karena-Nya lah kita semua masih diberikan kesempatan dan ni’mat dalam indahnya bersahabat didunia maya. Syukur kepada Allah adalah hal yang harus selalu kita lakukan karena dengan bersyukur akan menambah nimat-nimatNya kepada kita.

Sekarang bersahabat atau berteman bukan hanya bisa dilakukan didunia nyata, kita bisa menjalin persahabatan dan tali silaturrahmi melalui dunia maya. Seiring dengan kemajuan tekhnologi dan kebutuhan akan hal itu maka manusia sebagai makhluk sosial bisa memanfaatkan dunia internet untuk berbagai kebutuhan. Untuk hal itu anda mungkin lebih faham dari saya…

Dewasa ini berbagai situs yang mengusung tema jejaring sosial atau social network makin ramai dan mudah kita akses. Diantara situs-situs yang menjadi favorit masyarakat dunia umumnya dan khususnya masyarakat Indonesia, kita bisa melihat hampir setiap waktu user-user baru antri untuk meramaikan social network tersebut. Diantara mereka pada awalnya mungkin hanya sekedar ingin tahu atau takut dibilang norak dan ketinggalan bila tidak memiliki salah satu akun jejaring social diinternet. Banyak diantaranya yang enjoy dan ketagihan untuk terus eksis dengan akunnya, dan ada juga yang akhirnya bosan dan malas untuk terlibat lebih jauh dengan berbagai alasan.   

Tidak dipungkiri adanya internet mampu menghubungkan kita dengan yang lain dengan tak terbatas, sehingga pergaulan manusia pun semakin luas. Kita bisa melakukan apa saja mulai dari menjalin pertemanan, sharing artikel, bisnis, publikasi dan lain-lain. Sahabat…kita sebagai manusia memang butuh lingkungan dan pergaulan. Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki teman, baik itu didunia nyata maupun didunia maya. Sehingga tidak ditampik lagi bahwa teman merupakan elemen penting yang berpengaruh bagi kehidupan seseorang.

Teman saat ini begitu luas ma’nanya, bukan hanya saja dia sesama manusia tetapi bisa juga sebuah alat, benda atau apapun bentuknya. Ada diantarnya yang menjadikan online sebagai teman keseharianya, ada juga yang menjadikan buku dan pena sebagai teman sejatinya dan masih banyak lagi perumpaamaan yang lainnya.

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab dan batasan-batasan di dalam pergaulan. Sebab betapa besar dampak yang akan menimpa seseorang akibat bergaul dengan teman yang  tidak baik dan sebaliknya betapa besar manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang bergaul dengan teman yang baik.

Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan bergaul dengan teman teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang mereka mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang baik.
Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyebutkan tentang peranan dan dampak seorang teman:

 “Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman yang shalih mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya baik, yaitu:

Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukan teman kita. Sedang bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu:

Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita.

Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjadikan seorang teman sebagai patokan terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh sebab itu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memerintahkan kepada kita agar memilah dan memilih kepada siapa dan dengan apa kita bergaul.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:.
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya seseorang di antara kamu melihat kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan Sanad yang saling menguatkan satu dengan yang lain).

 Dan dalam sebuah syair disebutkan:
Jangan tanya tentang seseorang, tapi tanya tentang temannya, sebab orang pasti akan mengikuti kelakukan temannya.

Demikianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin selalu meniru tingkah laku dan keadaan teman dalam keseharianya.

Para Ulama terdahulu sering menyampaikan kaidah bahwa:
Hati itu lemah, sedang syubhat kencang menyambar. Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati kita.

Teman memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia menyebabkan kita menyesal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya sehingga kita tergelincir dari jalan yang haq dan terjerumus dalam kemak-siatan.

Renungkanlah baik-baik firman Allah SWT berikut ini:
“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).

Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan seseorang yang telah menjadikan orang-orang fasik dan pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di dunia sehingga di akhirat menyebabkan penyesalan yang sudah tidak berguna lagi baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari amal sedang di dunia adalah hari amal tanpa hisab.

Sahabatku, …. dimanapun kita bergaul, dengan siapapun kita berteman kalau akhlak dan adabnya kita terapkan InsyaAllah tidak akan menemui penyesalan. Akan sangat indah dan terarah apabila kita mampu mengisi hari-hari kita dengan teman-teman yang menuju kepada ridho-Nya Allah SWT. Tak perduli itu dunia nyata atau maya, kita harus tetap tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa bukan sebaliknya. Wallahu a’lam …

Kamis, 18 November 2010

INDAHNYA BERKURBAN

Suara takbir menggema diseantero alam raya, seluruh umat muslim serentak mengagungkan tuhannya yaitu Allah rabbul 'alamiin. Menta'zhimkan agama-Nya, mengangungkan asma-Nya, bersujud, bersyukur dan bertaqarrub atas segala karunia-Nya. Kemudian dillanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintah-Nya, meneladani Rasul-Nya serta memperigati peristiwa pengorbanan khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail 'alaihimassalam.


Mari sama-sama kita perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-kautsar : 1-3  :



"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus"

Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjunan alam Muhammad saw dengan pelbagai karunia "al kautsar". Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al Islam, al Quran, katsratu al ummah, al itsar, dan "rif'atul dzikri" di dunia ini kemudian telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan "busyra" kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena "tha'atan wa taqarruban", dan menyembelih binatang nahar karena "syukran" atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun  jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do'a dan banyak berkorban (tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justeru dengan jalan itu, karunia Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan pengorbanan. Jalan yang memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan.

Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan :

"Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus"

Artinya apa, disebabkan  keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka "al abtaru" keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti.  Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari. Na'udzubillahi min dzalik..

Diatas telah disinggung bahwa di antara makna "al kautsar/karunia yang banyak" itu adalah "rif'atul dzikri" kedudukan yang tinggi dan sanjungan yang luhur. Itu merupakan resultan yang memang wajar dan logis. Betapa tidak sebab posisi kesyukuran dan pengorbanan itu berada pada anak tangga yang luhur.
  • Paling rendah adalah posisi MENGORBANKAN sesama, berarti posisi KEZHALIMAN yang mengantarkan kepada 'ZHULUMAT" kegelapan dunia akhirat, dimana aliran NUR ILAHI dan rahmatNya terputus.
  • Posisi di atasnya adalah MEMBIARKAN "Al khudzlan" yang juga dilarang oleh Rasulullah saw. Sikap abai membiarkan sehingga orang lain celaka, meskipun bersifat pasif tapi sesungguhnya termasuk kejahatan kepada sesame
  • Di atasnya posisi INSHAF (fairness/adil). Yaitu berbuat sewajarnya, sebatas menunaikan atau menggugurkan kewajiban agar terhindar dari kezhaliman. Boleh jadi meski positif tapi tidak dikedepankan dengan sepenuh hati.
  • Posisi tertinggi adalah TADLHIYAH/BERKORBAN untuk kebaikan sesama atau orang banyak.  Tentu saja dasarnya kerelaan yang bukan setengah hati, dan merupakan bentuk keihsanan yang merupakan kelanjutan dari taqwa
Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai 'ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan 'ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah merupakan 'ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas. Tidak ada ruginya orang yang berudlhiyah dan bertadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk dalam kerangka MULTI QURBAN/pendekatan diri dan MULTI INVESTASI.

Bertadlhiah merupakan multi pendekatan diri/qurban, sebagaimana dinyatakan dalam ikrar seorang muslim yang bertaqarrub kepada Rabbnya melalui shalat : INNA SHALATI WA NUSUKI WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHOI RABBIL 'ALAMIN LA SYARIKA LAH.
Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta 'ubudiah yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.
Bertadlhiyah bermakna multi investasi:

Merupakan investasi sosial (social investment) karena jelas, pengorbanan baik material maupun moral memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat 114 disebutkan:  Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma'ruf, atau untuk mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah niscaya berbalas pahala yang besar.


Bertadlhiah meruapakan investasi ekonomi (economic investment). Sebagaimana dinyatakan dalam QS al Lail, ayat 5- 10: "Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan".
Bertadlhiah juga  merupakan bentuk moral investment, yang mampu mengikis kekikiran " al syuhhu". Sifat kikir sangat berbahaya, sebagaimana diperingatkan dalam sabda Rasulullah sawy yang artinya adalah :

"Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka melakukan kejahatan".

Endingnya, pengorbanan di jalan Allah tentu saja sebagai investasi ukhrawi. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits bahwa 'ibadah  orang yang menyembelih binatang kurban sudah diterima Allah sebelum darahnya menetes ke tanah, dan merupakan seutama-utama 'ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah, tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan untuk memajukan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh kembangkan spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat tarikannya pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke akuan untuk semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita pemimpin rela mengorbankan akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan negarawan, menempatkan akunya dalam ke kitaaan. Itulah yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang datang dari kita "min anfusikum", penuh perhatian pada kita "'azizun 'alaihi ma 'anittum", selalu konsen kepada kepentingan kita "harishun 'alaikum", dan secara adil/proporsional memberi kasih sayangnya kepada semua "bil mukminina raufurrahim".


Namun apa yang kita saksikan dewasa ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya bukan orang lain, tapi saudara sebangsa bahkan seprofesi dan seinstitusi. Perhatikan saja kemelut di ranah hukum, dimana para oknum melibatkan tiga lembaga hukum di Republik ini. Perang terbuka di  media massa makin membuat rakyat prihatin tetapi juga bingung. Kasus besar yang di-blow up, menggelinding makin ruwet bagai gulungan benang kusut. Analisis secara yuridis dan sosiologis tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang.

Hanya satu pisau analisis yang mampu memposisikan dan memahami masalah yang ada secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran "al shidqu", dan diputusnya ketertautan antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan "al kadzibu". Bermula dari dusta antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik bahkan bisa merambah jadi kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain demi  membela akuisme personal atau egoisme lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa, penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani.

Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:

"Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat  dan dituliskan sebagai pendusta"
(Riwayat Muslim)

Egoisme bermula dari ketidak pedulian terhadap sesama, kemudian demi untuk memenangkan diri atau paling banter kolega kemistrinya maka orang menjadi tidak ragu untuk melakukan kedustaan yang tentu saja merugikan/menzhalimi orang lain. Berikutnya orang akan menutupi kebohongan pertama dengan kebohongan-kebohongan berikutnya secara berlapis-lapis. Krisis kejujuran ini menemukan sinergisitasnya dengan meluasnya egoisme di kalangan masyarakat. Egoisme yang kian parah, sanggup melupakan jasa seorang isteri yang berbilang tahun telah memberikan kesetiaannya secara ikhlas, begitu pun sebaliknya. Prahara rumah tangga hanya buah dari keakuan yang diperturutkan oleh seorang suami atau isteri. Gara-gara egoisme sektoral maka sinergi antar lembaga sosial atau pemerintah akan berantakan, perundingan akan date lock, yang menjadi konsen masing-masing pihak adalah mencari titik lemah dan melemahkan pihak yang lain.

Egoisme personal atau sektoral jika dikembangkan akan mengemuka dalam tiga sikap yang destruktif, sebagaimana disebutkan dalam Atsar Umar bin Khatthab. Yaitu: "syukhkhun mutha'un" sikap pelit yang menggerus rasa empati terhadap sesama; "hawan muttaba'un" yakni hawa nafsu selera rendah yang diikuti sehingga makin jauh dari idealisme bahkan kewajaran sekalipun; dan ketiga "dunyan mu'tsaratun" yaitu kepentingan duniawi yang terus dikejar. Dalam konteks itu semua bukan lagi nilai yang menjadi acuan atau norma yang jadi rujukan, melainkan "i'jabu dzirra'yi bira'yihi" kepongahan orang dalam  mempertahankan/membela  pendapatnya sendiri. Konsultasi diabaikan dan musyawarah dilecehkan dengan teknik-teknik manipulatif.

Faktor-faktor itu oleh sahabat Umar disebut "al muhlikat" yakni faktor-faktor penghancur  dalam kehidupan masyarakat. Kalau satu dari empat penyakit mental dan moral tersebut sudah merusak, bagaimana jika keempat-empatnya sekaligus telah menimpa  kalangan masyarakat kita.  Di bawah selimut awan pekat egoisme dan pelbagai bentuk rekayasa dan kebohongan, pesimisme di tengah-tengah masyarakat terus menyeruak melontarkan tanda tanya: masih adakah harapan akan keadilan, kejujuran dan ruang ASA bagi sebuah masa depan yang lebih baik ?

Betapapun kita telah banyak berbuat salah pada diri kita, kepada masyarakat serta ma'siat kepada Allah, kembalilah kepada iman di dada agar tetap punya harapan untuk baik. Allah SWT menyeru kita dalam al Quran Surah Azzumar, ayat 53 s/d 55:

"Katakanlah, hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya, sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang adazab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya".

Mari kita sadari betapa Allah telah memberi kita dengan karuniaNya yang banyak. Sebagai makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada Allah . Jangan pernah tinggalkan shalat, perbanyak shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar berempati kepada sesama dengan bentuk tadlhiyah (pengorbanan), moral dan/atau material. Mari syi'arkan 'idul qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih seekor hewan kurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih Allah Nabi Ibrahim & Ismail 'alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergensi dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi ummat ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita.


 

Minggu, 26 September 2010

Nasehat Untuk Calon Haji


Mingggu pagi, saya punya tugas menjadi seorang pembawa acara (MC) pada acara Walimatus Shafar dirumahnya Bapak DKM Masjid Jami'Al-Ikhlas Desa Cibuntu Bapak Drs. Asan Asari, M. pd. Beliau beserta istri tercintanya Ibu Mamas Suherti, S. Pd insyaalloh tahun ini akan berangkat ke tanah suci Makkatul Mukarromah untuk melaksanakan Ibadah Haji.

Sebagaimana lazimnya tradisi didaerah saya dan dibeberapa daerah sekitar kota Bekasi, apabila ada yang akan berangkat haji ketanah suci, maka menjelang detik-detik keberangkatannya itu bisanya mengadakan Pertemuan Haji atau biasa disebut Walimatus Shafar. Yang tujuannya tiada lain diantaranya :

  1. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang maha rahman dan rahiim.

  2. Sebagai ajang untuk berpamitan kepada sanak kerabat, para tetangga dan handai tolan sekaligus menitipkan harta dan keluarga yang akan ditinggalkan selama sebulan lebih. Dan yang tidak kalah penting adalah

  3. Sebagai ajang Halal Bihalal, meminta maaf kepada keluarga, kerabat, para tetangga dan masyarakat sekitar atas segala kesalahan.
Berakaitan dengan walimatus shafar dan pelaksanaan ibadah haji, ketua Kelompok Bimbingan ibadah Haji (KBIH) Al-Munawaroh kota Bekasi Bapak KH. Aca Satibi M. A. berkenan memberikan sambutannya dan memberikan nasehat kepada pengantin haji yaitu Bapak Drs. Asan Asari, M. Pd beserta istri. Isi dari nasehatnya itu adalah :
Bahwa bagi segenap calon jema'ah haji kiranya telah memahami betul tentang hal-hal mendasar yang harus difahami. Ada 3 bersih yang harus dimiliki oleh para calon jema'ah haji agar hajinya nanti makbul dan mabrur, diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan surga-Nya. Apa 3 bersih itu……..?

Pertama : Bersihkan Hati.

Janganlah kita pergi untuk melaksanakan ibadah haji dengan niat selain karena Allah SWT. Sekali saja terdetik dalam hati niatan yang lain seperti ingin dipuji, karena tetangga, gengsi dan sebagainya, maka sungguh merugilah kita. Bukan hanya ibadah haji kita tertolak, tapi lebih dari itu kita tidak akan mendapatkan pahala bahkan mendapatkan dosa. Coba perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat ali Imran : 97 :
 
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah"

Dari ayat kita bias melihat bahwa ibadah haji harus karena allah SWT bukan karena motivasi lain.

Kedua : Bersih Badan

Maksudnya, bersih badan dari noda dan dosa. Baik dosa kita langsung kepada Allah maupun dosa kita kepada sesama manusia. Allah SWT maha pemurah dan maha mengampuni dosa bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya, Tapi Allah tidak akan mengampuni dosa kita kepada sesama manusia sebelum kita dimaafkan oleh manusia yang bersangkutan. Oleh karena itu melaui momentum Walimatus Shafar inilah saat yang tepat untuk saling menghalalkan, memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah terjadi diantara kita naik yang disengaja ataupun tidak. Dengan demikian ketika kita berangkat ketanah suci untuk menjadi tamunya Allah sudah benar-benar bersih dari kesalahan.

Ketiga : Bersih Harta

Melaksanakan ibadah haji wajib hukumnya bagi umat islam yang kuasa dijalannya. Kuasa dalam arti mampu biayanya serta sehat jiwa raga dan memungkinkan keadaanya. Proses pelaksanaan ibadah haji disamping memerlukan fisik yang bugar juga membutuhkan biaya yang banyak. Karena kita datang untuk menjadi tamunya Allah SWT, maka segala hal yang bekaitan dengan ibadah haji harus bersih termasuk harta yang kita gunakan. Bersih harta mengandung arti, harta yang kita nafkahkan untuk ibadah haji sudah tidak tercampur oleh hak dari delapan golongan yang berhak menerima zakat dari harta kita. Pendek kata harta yang kita gunakan unutk ibadah haji sudah kita keluarkan zakatnya untuk fakir, miskin, amilin, mu'allap, gharimin dan yang lainnya.

Nah, ketika niat kita sudah bersih, badan kita sudah bersih dari dosa dan harta yang kita gunakanpun sudah bersih maka pantaslah kita untuk mengucapkan :

 
لــبيك اللّهــمّ لبيك . لبيك لا شــر يك لك لبّيك. انّ الـحمد والنّعمة لك والملك لا شــريك لك.


 

Demikianlah nasehat yang disampaikan oleh Bapak KH. Aca Satibi M. A. dalam sambutannya pada acara Walimatus Shafar dikediaman Bapak Drs. Asan Asari, M. Pd. Semoga nasehat ini juga bermanfaat bagi kita yang akan menjadi calon jema'ah haji berikutnya. Amiin yaa rabbalaalamiin…….