Jumat, 09 September 2011

DOA DENGAN PENGHARAPAN

 Pada postingan terdahulu (Meraih Ampunan Allah 1), telah dipaparkan sebab pertama dalam meraih ampunan Allah SWT. Lalu apa sebab berikutnya yang disyariatkan agama kita untuk meraih ampunan Allah itu. Sebab yang kedua adalah :

DOA DENGAN PENGHARAPAN 

Allâh Ta'âla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya.
Allâh Ta'âla berfirman:

Dan Rabbmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.

(Qs Ghâfir/ 40:60)

Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.

Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allâh Ta'âla , sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allâh (Ya Allâh Ta'âla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allâh Ta'âla dan shalawat, berusaha memilih makanan dan minuman yang halal dan lain-lain. Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabb-nya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui do'amu dengan perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz.”

"Permohonan kami di seputar itu." 

Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka.

Abu Muslim al-Khaulâni rahimahullâh mengatakan:

“Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku,
kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.” 

Setiap doa yang kita panjatkan sudah sepantasnya penuh harap dengan disertai ke khusyuan dan kesungguhan, dan kita yakini bahwa Allah maha mendengar dan akan mengabulkan doa-doa kita.

MERAIH AMPUNAN ALLAH (1)

Di antara nama Allâh Ta'âla adalah al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allâh Ta'âla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:

Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allâh akan melenyapkan kalian,
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.

(HR. Muslim, no. 2749)

Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allâh Ta'âla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.
Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allâh Ta'âla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan. Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:

1. TAUHID
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung.
Allâh Ta'âla berfirman:

Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

(Qs an-Nisâ‘/4:48)

Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allâh Ta'âla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allâh Ta'âla. Apabila Dia Ta'ala berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Ta'ala berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allâh Ta'âla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan.
‘Abdullâh bin ‘Amr radhiyallâhu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allâh akan menyendirikan seorang dari umatku
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman: 

“(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata: 

“Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”
.[2]

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dalam hadits Qudsi menyatakan:

Allâh berfirman:
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.

(HR Muslim)

Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allâh Ta'âla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allâh Ta'âla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allâh Ta'âla menggantikannya dengan ampunan.

Selasa, 23 Agustus 2011

Tips Mudik Pakai Sepeda Motor

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa mengimbau masyarakat yang hendak mudik untuk tidak menggunakan sepeda motor. Pasalnya, sepeda motor bukan merupakan moda transportasi jarak jauh.

Namun, apabila terpaksa menggunakan sepeda motor, dia meminta masyarakat melakukan persiapan-persiapan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.
"Pertama, cek dan ikuti standard safety untuk jarak jauh," kata Royke, Selasa (23/8/2011), di Polda Metro Jaya.

Dia mencontohkan, saat berkendara, baik penumpang maupun pengendara harus menggunakan helm, sepatu, jaket, dan sarung tangan. "Bawa barang secukupnya sehingga tidak melebihi kapasitas. Jangan membawa koper," ujarnya.

Dia mengatakan, satu motor hanya bisa ditumpangi dua orang. Apabila lebih dari itu, kepolisian akan menindaknya di titik pengecekan. Larangan membawa anak kecil dengan sepeda motor juga berlaku.

"Akan langsung kami pulangkan karena itu berbahaya," katanya.
Langkah kedua, menurut Royke, adalah menyiapkan jas hujan. Persiapan ini penting dan jangan sampai tertinggal lantaran kita tidak pernah bisa memprediksi cuaca selama perjalanan berlangsung.
"Ketiga, cek mesin dan sistem rem. Lampu-lampu juga perlu dicek ke bengkel. Motor harus masuk bengkel dulu sebelum berangkat agar mesin dan lainnya prima," ujarnya.
Terakhir, ia mengingatkan calon pemudik untuk istirahat cukup setiap delapan jam. "Jangan tunggu capek. Kalau mau aman, harus sengaja diistirahatkan. Jangan dipaksakan," katanya.
Langkah-langkah itu dipaparkan Royke untuk menekan angka kecelakaan yang terjadi pada masa mudik kali ini. Pada tahun 2009, sebanyak 68 pemudik bersepeda motor meninggal dunia di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Sementara  selama masa mudik 2010, sebanyak 62 pemudik dengan motor meregang nyawa di jalan.

Angka itu diprediksi meningkat karena jumlah pemudik bersepeda motor tahun ini diperkirakan mencapai 8 juta orang atau meningkat 14 persen daripada tahun sebelumnya. Pada masa mudik 2010, jumlah sepeda motor mencapai 3,6 juta unit dengan jumlah penumpang 7,2 juta orang. Pada masa mudik 2011, jumlah sepeda motor diperkirakan 4,1 juta unit dengan jumlah penumpang 8,3 juta orang.

"Kalau tidak dengan kesadaran masing-masing, kecelakaan akan terus terjadi. Jadi, kami imbau masyarakat yang pakai sepeda motor untuk selalu mengutamakan keselamatan," ujar Royke. 

Sumber : KOMPAS.com

Lailatul Qadr

Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bercerita kepada para sahabatnya tentang pejuang dari Bani Israil yang bernama Syam’un. Selama 1000 bulan atau delapan puluh tiga tahun ia tidak pernah meletakkan senjata atau beristirahat dari perang Fii Sabilillah. Ia hanya berperang dan berperang demi menegakkan agama Allah tanpa mengenal rasa lelah. Para sahabat ketika mendengar cerita tersebut, mereka merasa kecil hati dan merasa iri dengan amal ibadah dan perjuangan orang tersebut. Mereka ingin melakukan amal ibadah dan perjuangan yang sedemikian rupa, tapi bagaimana mungkin untuk melakukannya sedang umur kehidupan mereka jarang yang mencapai usia lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun. Di dalam hadist disebutkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: “Usia ummatku sekitar enam puluh atau tujuh puluh tahun”. karena itulah mereka bersedih dan kecil hati. 

Ketika para sahabat sedang berfikir dan merenungkan tentang hal itu, dimana mereka merasa kecil hati karena tidak mungkin berbuat hal yang telah diperbuat oleh orang Bani Israil yang telah disebutkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, maka datanglah malaikat Jibril kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam membawa wahyu dan kabar kembira kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Berkata malaikat Jibril Alaihis Salaam: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepadamu ya Rasulullah surat Al Qadr, dimana di dalamnya terdapat kabar gembira untukmu dan ummatmu, dimana Allah menurunkan malam Lailatul Qadr, dimana orang yang beramal pada malam Lailatul Qadr mendapatkan pahala lebih baik dan lebih besar daridari pada seribu bulan. Maka amal ibadah yang di kerjakan ummatmu pada malam Lailatul Qadr lebih baik dari pada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil yang beribadah selama delapan puluh tahun”. Lalu malaikat jibril membacakan surat Al Qadr yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemulian (Lailatul Qadr).” “Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan”. “malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan”. Pada malam itu turun para malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”. “Malam itu penuh kesejahtraan sampai terbit fajar”. Maka dengan turunnya wahyu tersebut yang penuh dengan kabar gembira, Rasulullah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya merasa senang dan gembira dengan adanya Lailatul Qadr.

Kapankah terjadinya malam Lailatul Qadr ??? Yang pasti Lailatul Qadr terjadi disetiap bulan Ramadhan, sebagaimana yang di sepakati oleh Ulama ahli tafsir. Namun yang menjadi perbedaan pendapat adalah tentang hari apa dan tanggal berapa terjadinya malam Lailatul Qadr?

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa suatu hari Rasulullah menjanjikan para sahabatnya untuk memberitahukan kepada mereka tentang malam keberapa akan terjadanya Lailatul Qadr, akan tetapi karena terjadi perselisihan antara beberapa orang, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala merahasiakan waktu kedatangan Lailatul Qadr di malam malam bulan Ramadhan. Oleh karena itulah para Ulama mengatakan bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr ada kemungkinan di awal malam dari bulan Ramadhan atau di salah satu malam di malam-malam bulanRamadhan.

Didalam suatu hadist Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang artinya: “Carilah malam lailatul qadar dimalam-malam 10 akhir di bulan Ramadhan”.
Berkata Al Imam Malik, bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr itu di malam-malam 10 akhir dibulan Ramadhan dengan tanpa ada ketentuan tanggal atau malam. Menurut pendapat Imam Syafii, Lailatul Qadr kemungkinan besar datang pada tanggal 21 Ramadhan, dan menurut Sayyidatuna Aisyah Radhiallahu Anha Lailatul Qadr datang pada tanggal 17 Ramadhan, sedangkan Sayyiduna Abu Dzar dan Al Hasan Al basri mengatakan bahwasanya kedatangan malam Lailatul Qadr pada tanggal 25 Ramadhan. Tetapi pendapat paling banyak diantara para sahabat, seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Kaab dan Al Imam Ahmad bin Hambal didalam riwayatnya bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr pada tanggal 27 Ramadhan dan banyak juga dari Ulama Ulama besar yang mengatakan bahwa kedatangan malam Lailatul Qadr dirahasiakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Inilah pendapat-pendapat yang mengatakan tentang kedatangan malam Lailatul Qadr, lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut? Perlu kita ketahui hikmah di rahasiakannya kedatangan malam Lailatul Qadr adalah agar kita Umat Islam berjaga-jaga dan bersiap-siap dengan melakukan ibadah disetiap malam dibulan Ramadhan tanpa harus menentukan satu malam atau menjadikan malam tertentu lebih dari malam lainnya. Kita harus meningkatkan nilai-nilai ibadah kita dibulan Ramadhan dengan prinsip malam ini lebih baik dari malam kemarin dan seterusnya, dan berharap pada Allah SWT agar diberi taufik untuk beribadah pada malam Lailatul Qadr, sehingga kita mendapatkan ucapan salam dari para malaikat yang turun ke bumi dan masuk ke setiap rumah orang-orang mu’min untuk memberikan salam dan mendoakan kepada penghuni rumah. Bahkan di riwayatkan didalam hadist oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam didalam khutbahnya: “Barangsiapa memberikan makanan untuk orang berbuka puasa dari hartanya yang halal maka malaikat memintakan ampunan dari Allah atas dosa-dosanya sepanjang bulan Ramadhan dan disaalmi oleh Jibril Alaihis Salaam dimalam Lailatul Qadr dan barang siapa yang disalami oleh jibril niscaya lembut hatinya dan banyak air matanya”. Dan apa bila kita ingin mengetahui apakah rumah kita telah di masuki oleh para malaikat dan kita telah di salami olah malaikat Jibril di malam Lailatul Qadr, maka lihatlah diri kita apakah hati kita lembut apakah mata kita selalu mencucurkan air matanya karena Allah? Maka apabila kita telah dapati hal hal tersebut di diri kita maka kita termasuk didalam golongan orang-orang yang berbahagia yang melebihi orang-orang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil dan kita termasuk didalam golongan orang-orang yang patut untuk dibanggakan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam di hari kiamat nanti di hadapan para Nabi dan Rasul.

Di katakan oleh para Ulama bahwa diantara tanda-tanda malam Lailatul Qadr adalah pagi harinya matahari bersinar cerah, tetapi sinarnya tidak terlalu panas dan hari itu penuh dengan ketenangan dan ketenteraman sehingga dikatakan tidak terdengar gonggongan anjing, dan banyak lagi tanda-tanda yang lainnya. Dan juga banyak dari orang-orang yang berhati suci mengetahui kedatangan malam Lailatul Qadr. Sehinngga diriwayatkan didalam hadist bahwasanya istri Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam Sayyidatuna Aisyah Radhiallahu Anha bertanya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: “Ya Rasulullah apabila aku mengetahui kedatangan malam Lailatul Qadr apa yang aku baca?” Maka menjawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam: “Ya Aisyah apabila egkau mengetahui kedatangan Lailatul Qadr maka bacalah ya Allah sesungguhnya engkau maha pengampun dan menyukai ampunan maka ampunilah aku”.

Dari sini kita mengambil kesimpulan bahwa beberapa orang mengetahui tentang kedatangan malam karena itulah Sayyidatuna Aisyah berkata: “Apabila aku mengetahuinya” dan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam menjawab pertanyaan Sayyidatuna Aisyah sebab apabila pertaanyaan Sayyidatuna Aisyah salah, dan tidak ada orang yang mengetahui kedatangan Lailatul Qadr maka untuk apa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam menjawab pertanyaan Sayyidatuna Aisyah. Oleh karena itulah diriwayatkan oleh ahli sejarah bahwa dibeberapa kota muslim yang penuh dengan Ulama, seperti di negeri Yaman perempuan-perempuan berbincang-bincang dengan sesama mereka (mengosip) dan mereka mengatakan kepada temannya: “Apakah kamu melihat Lailatul Qadr semalam?” Maka temannya menjawab: “Ya aku pun melihatnya”. Dan begitulah yang menjadi obrolan mereka di pagi hari Lailatul Qadr.

Senin, 25 Juli 2011

SAMBUT RAMADHAN

--> -->
Orang Muslim yang beriman adalah orang yang telah berikrar dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Taa’la dan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah, karena ikrar dan kesaksian inilah, kita semua kaum muslimin melakukan sholat, berpuasa, memberikan zakat dan menunaikan ibadah haji apabila mampu, semata-mata karena Allah, Tuhan yang telah memerintahkan itu semua melalui utusan-Nya.

Kesadaran akan makna ikrar dan kesaksian itulah yang kemudian mengharuskan seseorang untuk hanya mengakui superioritas dan kekuasaan Allah atas alam semesta, termasuk dirinya. Oleh karenanya, hanya kepada Allah-lah dia menghamba, mengabdi, takut, mengharap dan memohon,  menyerahkan diri dan pasrah. Hanya saja, dalam perjalanan kehidupan, kita seringkali tak menyadari dan tahu-tahu melupakan begitu saja makna ikrar dan kesaksian itu. bisa jadi kitapun tak lagi hanya mengabdi dan menyembah kepada Allah Dzat Yang Esa, tetapi uang, harta, kemewahan, pangkat dan diri sendiripun tak terasa lambat laun kita pertuhankan. Naudzu billah himin dzalik...

Sahabat Salman RA menceritakan, bahwa rasulullah SAW pernah berpidato di hadapan para sahabatnya pada hari terakhir bulan Sya’ban, dalam rangka menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan. Beliau antara lain bersabda :

“Wahai orang-orang, telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, dimana di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan dimana Allah mewajibkan puasa dan menganjurkan njungkung, melakukan ibadah sunnah di malam harinya. Barang siapa melakukan pendekatan diri kepada Allah di bulan ini dengan mengerjakan suatu perbuatan baik atau menunaikan suatu kewajiban, maka sama halnya dengan menunaikan tujuh puluh kewajiban disaat-saat lain. Bulan ini adalah bulan bersabar , sedangkan bersabar adalah surga. Bulan ini adalah bulan kebersamaan. Bulan dimana rizqi orang mukmin bertambah; barang siapa yang memberi buka kepada orang-orang yang berpuasa, berarti melebur dosa-dosanya, dan membebaskannya dari api neraka, dan orang yang memberi buka itu sendiri mendapatkan pahala yang sama, tanpa berkurang sedikitpun”.

Para sahabat berkata, “ tidak semua kita mampu menyediakan buka bagi orang yang berpuasa ”, Wahai Rasulillah .........

Nabipun bersabda, “ Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka, meskipun hanya dengan sebuah kurma, seteguk air, atau hanya secicipan susu. Bulan ini adalah bulan yang awalnya adalah rahmat, tengahnya berupa ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka; barang siapa meringankan beban buruhnya dibulan ini, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari siksa api neraka. Maka perbanyaklah dibulan ini, melakukan empat hal : dua diantaranya akan membuat Tuhan kalian ridlo dan dua yang lainnya merupakan kebutuhan kalian yang tidak dapat kalian abaikan.

Dua hal yang akan membuat Tuhan kalian ridlo adalah bersahadat, dan beristighfar, memohon ampun kepada Nya. Sedangkan dua hal yang lainnya adalah yang tidak dapat kalian abaikan adalah ; memohon surga kepada Allah dan memohon perlindunganNya dari api neraka.

أشــهد أنّ  لا اله إ لاّ الله . أســتغفر الله. اســئلك رضــاك والـجــنّة
واعوذبك من سخـــتك والنــاّر

Demikian kira-kira do’a yang patut kita pohonkan kepada-Nya.
Barang siapa yang membuat kenyang orang yang berpuasa di bulan ini, Allah akan memberinya minum dari telaga-Ku, (kata Rasulillah) minuman yang tidak akan kehausan selamanya”.
Allah SWT berfirman :
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)
Dalam kaitan ibadah puasa Nabi Muhammad Saw bersabda :

من صــام رمضــان إيـمــانا واحتســابا عفـر له تقدّم من ذينه

Artinya : ”Barang siapa berpuasa dibulan Ramadlon dengan penuh keimanan dan mengharap ganjaran Allah , maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat”.                                                                                                                                                        

فقد قال النّبىّ صلى الله علـــيه وسلــّم : كــم من صــائم ليــس له من صيامه إ لاّ  الجوع والعطش. وقال النّبى صلىّ الله عليه وسلّم : من لم يدع قــول الزّو ر والعــمل به فلــيس لله حــاجة  أن يدع  طــعامه وشــر ابه 

Artinya : ”Banyak sekali orang yang melakukan puasa, tetapi tidaklah ada bagi puasanya kecuali ia hanya mendapatkan lapar dan dahaga”. Rasulillah kemudian juga bersabda : “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan kebohongan dan mengamalkannya, maka tidaklah ada hajat/ kebutuhan Allah atas puasa seseorang”.

Apabila beberapa dalil ini kita rangkai, maka akan dapat ditarik kesimpulan bahwa : puasa kita bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tetapi ada target yang mesti harus kita raih yakni tingkat ketaqwaan yang utuh. Yang dapat membebaskan hawa nafsu yang binal.
 Lalu kemudian pertanyaan yang kemudian muncul adalah;  bagaimana seharusnya kita menyikapi puasa ini agar dapat mencapai target dimaksud ?

Di dalam kehidupan kita, manusia banyak memiliki kebutuhan. Secara garis besar, kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan pada lima kebutuhan pokok yaitu : (1) Kebutuhan Fa’ali yakni makan, minum dan hubungan seksual. (2) Kebutuhan akan ketentraman dan keamanan. (3) Kebutuhan akan keterikatan pada kelompok. (4) Kebutuhan akan rasa penghormatan; dan (5) Kebutuhan akan pencapaian cita-cita. Dalam ukuran yang lazim, kebutuhan kedua dan seterusnya terasa tidak begitu mendesak sebelum kebutuhan pertama terpenuhi. Bahkan banyak sekali orang yang rela mengorbankan kebutuhan-kebutuhan tersebut demi memenuhi kebutuhan dasarnya yang pertama. Sebaliknya seseorang yang mampu mengendalikan dirinya dalam kebutuhan yang pertama, maka akan dengan mudah mengendalikan kebutuhan-kebutuhannya yang berada dalam posisi berikutnya.

Dalam berpuasa seseorang berkewajiban mengendalikan dirinya dari kebutuhan Fa’ali tersebut, dalam arti tidak makan, tidak minum, dan meninggalkan hubungan seksual dalam batas waktu tertentu. Dengan ini, dalam berpuasa seseorang dituntut untuk berlatih “sabar” sekaligus berusaha mengembangkan potensinya, agar mampu membentuk dirinya sesuai dengan peta Tuhan, dengan jalan mencontoh Tuhan dalam sifat-sifat-Nya. Dan karena itu, Rasulullah Saw. bersabda : “Berakhlaqlah (bersifatlah) kamu sekalian dengan sifat-sifat Tuhan”.

Kalau ditinjau dari segi hukum berpuasa, sekaligus esensi makna  yang terkandung di dalamnya, maka sifat-sifat Tuhan yang harus kita teladani dalam berpuasa antara lain :

1.       Sifat Al-Rozzaq, Allah Dzat pemberi rizki, tetapi Ia tak butuh makan dan minum

2.       Allah Maha Esa, Ia tidak membutuhkan teman hidup, termasuk istri. Sifat kedua ini terpilih untuk kita teladani, karena kaduanya merupakan kebutuhan Fa’ali manusia yang terpenting. Dan keberhasilan dalam pengendaliannya mengantarkan kita kepada kesuksesan mengendalikan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kesuksesan tersebut, tentunya harus didukung pula dengan upaya meneladani sifat-sifat yang lainnya seperti :


3.       Sifat Pengampun dan Maha Penyayang

4.       Sifat “Rahman - Rahiem” Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


5.       Al-Kholiq, sifat Maha berkreasi, dan bahwa “Dia setiap saat dalam pekerjaan”. Sebagaimana Firman-Nya dalam surat Al-Rahman : 29 :
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan[*].

[*] Maksudnya: Allah Senantiasa dalam Keadaan Menciptakan, menghidupkan, mematikan, Memelihara, memberi rezki dan lain lain.

6.       Allah bersifat “Al-Hayyu” Maha Hidup”. Kita dituntut untuk meneladaninya dengan tetap “menghidupkan nama baik” secara berkesinambungan, hingga setelah seseorang meninggalkan dunia yang fana ini sekalipun. Dan seterusnya dan sebagainya.

Dengan demikian, dengan mencontoh sifat-sifat Tuhan dan mengimplementasikannya, berarti kita berikhtiyar menbangun dan memakmurkan bumi ini, sebagai tanggung jawab kekhalifahan, sehingga pada akhirnya bumi ini menjadi “Bayang-Bayang Surga” yang penuh dengan keamanan dan kedamaian, serta pemenuhan segala kebutuhan hidup manusia, seperti sandang, pangan, dan papan.

Seseorang yang berusaha meneladani Tuhan melalui sifat-sifat-Nya, digambarkan oleh Filosof Muslim Ibnu Sina sebagai berikut :

“Seseorang yang bebas dan merdeka dari ikatan raganya, semuanya dianggap sama. Karena memang semuanya sama. Semua mahluk Tuhan wajar mendapatkan rahmat, baik mereka yang taat maupun yang bergelimang dosa. Dia tidak akan mengintip-intip atau meneliti kelemahan dan kesalahan orang lain. Dia tidak akan marah atau tersinggung ketika kemaksiatan berkobar dan merajalela, karena jiwanya diliputi oleh rahmad dan kasih sayang, dan karena Ia memandang “Sirrullah” (Rahasia Tuhan) terbentang di dalam kodratnya. Apabila ia mengajak kepada kebaikan, maka ia mengajaknya dengan lemah lembut penuh kebijaksanaan, tidak dengan kekerasan, dan juga tidak dengan kecaman atau kritik. Ia akan selalu menjadi dermawan, betapa tidak, sedangkan cintanya kepada benda tidak berbekas lagi. Ia akan selalu pemaaf. Betapa tidak, karena dadanya terlalu lapang, sehingga mampu menampung segala kesalahan orang. Ia tidak akan mendendam. Betapa tidak, karena seluruh ingatannya hanya tertuju kepada yang satu, Allah Swt.”

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menggambarkan keadaan orang yang berhasil meneladani Tuhan, sehingga tingkat “Taqwa” yang “Haqqa tuqaatih” dengan ungkapan beliau : “Anda akan menjumpai orang tersebut; teguh dalam keyakinan, teguh tapi bijaksana, tekun dalam menuntut ilmu, semakin berilmu semakin merendah, semakin berkuasa semakin bijaksana, tampak wibawanya di depan umum, jelas syukurnya dikala beruntung, menonjol “Qona’ah” atau kepuasannya dalam pembagian rezeki, senantiasa berhias walaupun miskin, selalu cermat, tidak boros sekalipun kaya, murah hati dan ringan tangan, tidak menghina, tidak mengejek, tidak menghabiskan waktu dalam permainan, dan tidak berjalan membawa fitnah, disiplin dalam tugasnya, tinggi dedikasinya, serta terpelihara identitasnya, tidak menuntut yang bukan haknya, dan tidak menahan hak orang lain. Kalau ditegur ia menyesal, kalau bersalah ia istighfar, bila dimaki ia tersenyum sambil berkata : “Jika makian anda benar, maka aku bermohon semoga Tuhan mengampuniku”. Dan jika makian anda keliru, maka aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu”. Itulah target puasa kita, maraih “ Hakekat ketaqwaan yang sejati”

Mudah-mudahan puasa yang kita laksanakan, mampu mengantarkan kita kepada makna “Taqwa Yang Sejati”, ketaqwaan yang mempunyai ciri yang sangat luas, seluas samudra pemahaman, sebagaimana halnya dengan Al-Shirootol Mustaqiem (jalan yang luas lagi lurus) sehingga karena keluasan dan kelurusannya ia dapat menampung banyak jalan yang berbeda-beda  selama jalan tersebut penuh dengan kedamaian. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 16 :

يهدى به الله من اتّبع رضوانه سبل السّلم ويخرجهم من الظّلمت
الى النّور باذنه. ويهــديهم الى صر اط مّســتقيم (المائدة : 16)

Artinya : "Tuhan memimpin (dengan kitab suci Al- Qur’an), memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridloan-Nya menuju jalan-jalan kedamaian, mengeluarkan mereka dari gelap gulita menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjukin mereka kejalan yang lurus”.
Ini berarti bahwa perbedaan-perbedaan jalan selalu dapat ditampung oleh “Al-Shirath Al-Mustaqiem”, selama jalan-jalan tersebut bercirikan kedamaian, ketenteraman, keamanan, keselamatan dan akhirnya menuju kebahagiaan yang haqiqi.

“Mudah-mudahan kita mampu menempuhnya...” Amiin 3X Yaa ... Robbal ‘Alamiin...


Minggu, 26 Juni 2011

Kebahagiaan Yang Haqiqi


Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur ke hadhirat Allah yang Maha Rahman dan Rahiim, atas segala ni’mat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua. Salah satu dari ni’mat yang tak terhitung itu ialah bisa bersilaturrahminya kita melalui blog ini, yang kita jadikan media untuk saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Semoga semua selalu berada dalam keridhoan dan lindungan –Nya. Aamiin.

Sholawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada Nabi akhir zaman yang menjadi teladan bagi kita semua dialah Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabat, para tabi’in dan para pengikut yang selalu istiqomah menjalankan segala ajaranya, semoga termasuk kita didalamnya.

Saudaraku ...
Sebagai manusia sudah barang tentu kita mendambakan dan mengidamkan kehidupan yang bahagia. Berbagai macam pandangan orang tentang makna sebuah kebahagiaan. Ada di anatara kita yang yang menggambarkan kebahagiaan itu dengan kekayaan, dengan uang yang apabila kita menginginkan sesuatu maka akan langsung terpenuhi. Ada juga yang menggangap apabila mempunyai jabatan yang tinggi dan terhormat dimasyarakat itu merupakan sebuah kebahagian.

Saudaraku ...
Makna kebahagiaan seperti yang diatas tidak disalahkan, tapi kita harus ingat bahwa semua itu hanya sebagaian kecil dari sebuah kebahagian yang sebenarnya. Dan hal penting yang harus selalu kita ingat adalah baik kaya maupun miskin semua itu adalah ujian dari Allah SWT. Oleh karenanya kebahagiaan yang haqiqi bukan terletak pada bergelimangnya harta, bertumpuknya uang dan jabatan yang tinggi ... melainkan terletak pada bagaimana kita bisa mensyukuri dan memaknainya dalam kehidupan didunia yang fana ini. Nah ... Saudaraku lebih lanjut mari kita perhatikan firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang artinya :     

"Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia). dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (di akhirat kelak)" (Q.S an-Nahl: 97).

Beberapa sahabat ahli tafsir dari kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti  Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalhah, Ikrimah dan Wahab bin Munabbih dan pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ketika memberikan penjelasan terhadap ayat tersebut, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik di dunia adalah Allah akan memberikan rizki yang halal dan baik, timbulnya rasa qana'ah (perasaan cukup) dengan apa yang telah Allah anugerahkan dan karuniakan, serta mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dalamnya.

Berkaitan dengan permalahan rizki yang telah Allah Ta’ala tentukan dan anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus menjadi keyakinan seorang muslim, diantaranya:

Manakala kita telah menyakini bahwa diantara sifat fi’liyah yang dimiliki Allah Subhaanahu wa ta'ala dan menujukkan kesempurnaan rububiyah-Nya adalah Allah Ta’ala sebagai Dzat satu-satunya Pemberi Rizki kepada setiap makhluk, Dia sendiri yang telah menentukannya sesuai dengan kadar masing-masing sejak 50 ribu tahun sebelum bumi diciptakan, kemudian ketentuan ini ditulis oleh malaikat sejak manusia berada di dalam kandungan ibunya pada 40 hari ke 4, sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sebuah hadit riwayat Imam Muslim, maka termasuk konsekwensi iman terhadap qadha dan qadar Allah Ta'ala bagi setiap muslim dalam masalah ini adalah, dia harus menyakini bahwa segala bentuk rizki, baik yang datang dari langit maupun buminya, dalam bentuk harta dan anak, rumah, perkebunan, sehat dan tentram telah Allah tentukan bagi setiap hamba-Nya, bahkan kepada binatang melata pun telah Allah Ta’ala berikan bagiannya. Allah Ta'ala berfirman :

”Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6)

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal dunia sampai ia sudah meraih seluruh bagian rizkinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan lakukan cara yang baik dalam mencari rizki." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani)

Saudaraku ...
Dengan demikian setiap kebaikan dan setiap bentuk dan kadar rizki setiap makhluk telah Allah tentukan, tidak ada seorang pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan tersebut. Sebagaiman yang demikian telah merusak keyakinan sebagian kaum muslimin, sehingga mereka terjerumus dalam sekian bentuk kesyirikan, mereka mendatangi tukang ramal, mencari hari baik dan mujur, mengarahkan bangunan rumah-rumah mereka ke arah tertentu bahkan melakukan dan mengadakan ritual-ritual tertentu dengan keyakinan agar mendapatkan rizki yang banyak. Na’udzubillahi mindzalik.

Di antara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam masalah rizki juga, bahwa Allah Ta'ala telah membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang terhadap lainnya berkaitan dengan rizki dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali dengan nasab dan keturunan, warna kulit, kedudukan, kehormatan, kepandaian, bahkan keta'atan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah Ta'ala memberikan nikmatnya kepada seluruh makhluknya untuk suatu hikmah dan tujuan yang Allah ketahui dan kehendaki.

Sehingga dengan demikian ada sebagian di antara manusia yang mendapatkan harta yang cukup atau bahkan melimpah ruah dan sebagian yang lain justru sebaliknya, serba kekurangan dan menghadapi kesulitan hidup.

Dalam hal Allah Ta'ala telah menegaskan sebagaimana firman-Nya :

Dan Allah telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” (QS. An nahl : 71)

Namun yang terjadi, betapa banyak orang yang telah Allah Ta'ala karuniakan rizki yang melimpah, kedudukan yang berada, keluarga terhormat dan terpandang di masyarakat, namun mereka tidak mendapatkan dan merasakan sedikitpun nilai suatu kebahagian hidup di dunia sama sekali apalagi di akhirat karena mereka telah jauh dari tuntunan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallaahu 'alaihi wasallam. Sebaliknya betapa banyak orang yang berkehidupan serba kekurangan dan pas-pasan, namun mereka justru dapat merasakan kebahagiaan dengan keadaan yang telah ditentukan oleh Allah Ta'ala terhadapnya karena ketaqwaan, kesabaran, rasa tawakkal, dan qana'ah yang mereka miliki serta khusnudhan mereka terhadap Allah Ta'ala.

Mereka merasa telah mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan ini semua merupakan sebab-sebab mereka mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Apa yang menjadi rahasia di balik ini semua ….?? Sesungguhnya rizki yang haqiqiy adalah hati yang terhiasi dengan keimanan dan perasaan cukup dengan apa yang telah AllahTa'alaanugerahkan. Sehingga seseorang merasa mendapat kebaikan dan merasakan kebahagiaan di dunia sebelum akhiratnya. Oleh karena itulah suatu ketika Umar bin Khathab pernah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy'ari, dan beliau mengatakan kepadanya :

"Merasa cukuplah dengan rizkimu di dunia, sesungguhnya Allah Ta'ala telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki"

Maka manakala Allah Ta'ala menginginkan terhadap hamba-Nya satu kebaikan dan kebahagiaan, maka Allah Ta'ala akan memberikan keberkahan dan mencatat baginya kebaikan dalam menggunakan segala bentuk kenikmatan dan mendapatkan keberkahan pada hartanya, keberkahan dalam keluarganya, dan keberkahan dalam setiap keadaan dan urusannya. Kalau sudah demikian tidak ada seorangpun yang dapat menutup segala keberkahan tersebut. Sebaliknya jika Allah Ta'ala menghendaki sebaliknya maka tak akan ada seorangpun yang dapat memberikan keberkahan. Maka yang menjadi ukurannya adalah keberkahan dan inilah rizki yang hakiki. Bagaimana Allah Ta'ala dengan kekuasaan-Nya menjadikan yang sedikit menjadi banyak, dan yang kecil menjadi besar. Dan jika Allah Ta'ala menghendaki demikian, maka Allah Ta'ala akan membukakan dan memudahkan kepada seseorang mendapatkan sebab dan jalan pintu-pintu keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Faathir : 32)


Keyakinan berikutnya adalah, bahwa rizki yang telah Allah Ta'ala anugerahkan kepada kita seharusnya kita jadikan sebagai washilah dan sarana untuk mendekatkan diri dan menjaga ketaatan kita kepada Allah Ta'ala dan bukan justru sebaliknya.
Syaikhul Islam Taqiyuddin rahimahullah pernah menuturkan :

Sesungguhnya Allah Ta’ala mencipatakan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Nya, dan menciptkakan rikzi untuk mereka hanyalah agar dengannya dapat membantu mereka dalam beribadah kepada-Nya.”

Dengan demikian pada hakekatnya, apa yang telah Allah Ta'ala anugerahkan bukan untuk kesenangan dan permainan yang telah diharamkan oleh Allah Ta'ala Rasul-Nya sehingga dapat melalaikan akhirat.

Bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan ketika Allah Ta'ala meminta pertanggungjawaban harta tersebut di hari kiamat kelak..? wallahu musta’an.

Banyak kita temukan ayat-ayat al-Qur’an yang yang menunjukkan bahwa maksud terpenting Allah Ta'ala menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya adalah agar denga sarana rizki tersebut seorang hamba dapat beribadah kepada Allah Ta'ala.


Adapun syubhat perasaan yang sering terlintas dalam benak mayoritas kaum Muslimin adalah bahwa Allah Ta'ala telah banyak memberikan kemudahan dan kelapangan rizki kepada orang-orang yang pada hakekatnya jauh dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya, pelaku maksiat, bahkan orang-orang dari kalangan non muslim, dan sebaliknya kaum Muslimin justru dalam keadaan serba kekurangan, kelaparan, menderita dan lain sebagainya.

Maka sikap seorang muslim yang benar, dia harus meyakini bahwa ini semua adalah merupakan bentuk ujian dan cobaan dari Allah subhaanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang masih memiliki rasa keimanan kepada-Nya!! Dan sesungguhnya ketika Allah Ta'ala memberikan rizki kepada setiap hamba-Nya, maka yang demikian tidaklah pasti menunjukkan kecintaan Allah Ta'ala dan ridha kepadanya.

Allah Ta'ala telah tegaskan dalam berfirman:

"Dan kepada orang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS. Al Baqarah :126)

Maka terkadang Allah Ta'ala memberikan rikzi kepada orang-orang yang jahat lebih banyak daripada orang-orang yang baik. Dan memberikan rizki kepada orang-orang kafir berlipat ganda dan keadaan kaum Muslimin pada mayoritasnya justru sebaliknya. Allah Ta'ala berfirman,

Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (QS. Maryam:74)

Saudaraku ...
Marilah kita renungkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bersumber dari 'Uqbah bin Amir , Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Seandainya kamu melihat Allah ta'ala menganugerahkan nikmat dunia kepada seorang hamba, sementara dia pelaku maksiat, maka ketahuilah bahwa yang demikian hanyalah istidraj dari Allah"

Kemudian beliau membaca ayat:

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am:44)

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata:"Rabbku telah memuliakanku". (QS. 89:15) Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata:"Rabbku menghinakanku". (QS. Al Fajr:16)

Akhirnya saudaraku ... marilah kita selalu berhusnuzh-zhan, berprasangka baik kepada Allah Ta'ala dalam situasi dan kondisi apapun, ketika kita mendapatkan nikmat kita bersyukur, sebaliknya ketika kita mendapatkan musibah dan cobaan kita-pun bersabar untuk tujuan yang lebih agung yaitu kebahagiaan di akhirat.

Sahabat Jabir bin Abdullah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tiga hari sebelum beliau wafat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda,

“Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal, melainkan dia dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Muslim)

Kendatipun rizki seseorang telah ditetapkan semenjak manusia berada di dalam perut ibunya. Namun tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui pendapatan rizki yang akan ia peroleh pada setiap harinya, ataupun selama hidupnya. Ini semua tentu mengandung hikmah sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman,
"Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia usahakan. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34)

Dengan demikian seorang muslim disyari'atkan dan dituntut selayaknya tetap mencari sebab-sebab sehingga AllahTa'ala akan memberikan rizki kepadanya, dengan cara berusaha secara maksimal untuk mencari rizki yang halal dan baik, dan menjahui hal-hal yang haram, sehingga keberkahan ada di dalamnya dengan senantiasa menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah Ta'ala, sabar serta tawakkal terhadap segala ketentuan Allah Ta'ala, menjaga ketaqwaan kepada-Nya, membiasakan bersedekah, menyambung silaturrahim, dan senantiasa berdo'a dan meminta hanya kepada Allah Ta'ala serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan dosa, karena kemaksiatan dapat menyempitkan dan mengurangi rizki seseorang dan keberkahannya. Sebagaimana hal ini banyak termaktub di dalam al-Qur'an dan hadits Nabi di dalam banyak tempat.

Semoga kita senantiasa berusaha dengan optimal mensyukuri segala ni’mat yang telah Allah berikan dan menjadi bagian amal shalih kita sehingga kita akan meraih kebahagian yang sesungguhnya. Aamiin.