Kamis, 29 Juli 2010

BAHAGIA KARENA BERBEDA

Pernahkah anda membayangkan suatu hubungan pernikahan yang harmonis.....??? Kalau jawaban nya "Ya", itu berati sama dengan saya. Saya sering diajarkan oleh para guru agar senantiasa bisa menghargai sebuah perbedaan, oleh karenanya saya terus belajar menerima perbedaan. Saya sama seperti umumnya lelaki yang ada yaitu suka dan tertarik sama lawan jenis yaitu wanita. Begitupun sebaliknya adalah hal yang wajar jika anda seorang wanita kemudian menyukai pria. Ini adalah fitrah dan naluri manusia sebagai anugerah dari Sang Khaliq, Allah SWT. Sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 14 : 
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diinginkan, yaitu : Wanita-wanita, dan anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan(kendaraan), binatang ternak serta sawah dan ladang. Semuanya itu kesenangan dunia, dan hanya kepada Allah lah tempat kembali yg paling baik”

Dari ayat diatas kita bisa mengetahui bahwa salah satu naluri manusia adalah menyukai lawan jenis, lelaki kepada wanita dan sebaliknya. (Ma’af saya tidak menyingung tentang suka sesama jenis…mungkin menyusul…amin). Saya atau anda mungkin pernah mendengar atau bahkan mengatakan perkataan seperti ini “kami sudah merasa cocok, bulan depan akan menikah” atau “saya belum menemukan pasangan yang sesuai dengan keinginan hati saya” atau ucapan-ucapan lain yang terkait kecocokan, kesamaan dan kemiripan hobi atau kebiasaan antara laki-laki dan perempuan. Sebenarnya kalau kata “COCOK” yang digunakan untuk menemukan pasang kita, maka didalam sya’riat islam kita akan menemukan beberapa kriteria diantaranya :

1. Calon pasangan kita harus lawan jenis kita. Pria dengan wanita atau sebaliknya. Bukan sesama jenis yang dikenal dengan homo atau lesbi. Firman Allah dalam Surat Ar-Ruum ayat 21 :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.

2. Calon pasangan kita harus se-aqidah atau satu keyakinan, yaitu muslim dengan muslimah atau sebaliknya. Didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.

Berkaitan dengan hal ini, ada penggalan ayat didalam Al-Qur’an yang berbunyi “…….(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,……”. Dalam ayat ini Al-qur’an memperbolehkan lelaki muslim untuk menikahi wanita ahli Taurat dan Injil, selama mereka adalah wanita merdeka yang dapat menjaga kehormatan, dengan syarat terhormat dan terpelihara. Karena orang yang benar-benar ahli kitab mereka tetap beriman kepada Allah SWT. Dan mempunyai kitab suci yang menjelaskan halal haram dan hukum had. Berbeda dengan agama lain.

Didalam kitab Sunan, Imam Baihaqiy menuturkan bahwa Imam Syafi’I berkata : “Diperbolehkan untuk menikahi wanita merdeka dari ahli kitab.” Dia melanjutkan : “Dan aku akan lebih suka jika orang muslim tidak menikahi mereka.” Dalam Kisyaful Qanak, Dia berkata “dan yang lebih utama adalah tidak menikahi meraka” ini dikatakan juga oleh Al Qadhiy dan mayoritas ulama.

3. Kalau kriteria yang ke 1 dan 2 sudah mantap, islam memberikan bebera pilihan terkait dengan memilih calon pendamping hidup melalui sebuah hadist Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: 
“Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” (HR. Muttafaq Alaihi dan Imam Lima)

Kemudian kalau kata cocok atau sama itu acuannya adalah selain yang kita bicarakan diatas, seperti profesi, hoby, kebiasaan dan sebagainya. Ini kriteria yang relative…..tidak lantas mentang-mentang satu profesi, hoby sama, kebiasaan sama, makanan dan kesukaan sama lalu akan bahagia dalam pernikahannya. Bukankah sudah banyak contoh yang kita lihat. Artis menikah dengan artis lagi, guru dengan guru, petani sama petani, harus demikian kah……..?. Islam tidak mengajarkan kasta atau golongan dalam hal ini. Dan yang harus kita fahami justru dengan adanya perbedaan ini akan mengantarkan kepada suatu kebahagian lahir bathin.
Selanjutnya saya akan menggunakan sebuah analogi soal Matematika dalam menyikapi ketidak samaan atau perbedaan antara kita dengan pasangan kita. Kalau kebahagiaan rumah tangga itu sama dengan 100, maka apabila ada soal penjumlahan : berapa + berapakah yang jumlahnya 100. Maka jawabannya tidak harus 50+50, tetapi bisa saja 70+30, 40+60, 56+44 dst. selama angka yang dijumlahkan itu hasilnya 100. Umpama dalam satu hal kita punya nilai 70 + pasangan kita 30 jumlahnya 100(bahagia tuh…). STOP….sampai disini analogi kita hentikan karena matematika bicara pasti sementara manusia bisa berubah. Siapa tahu yang tadinya punya nilai 30, karena terus belajar dan membiasakan diri lama-lama berubah menjadi 35, 45, 50 dst. Bukankah orang bijak mengatakan “Bisa itu karena terbiasa” atau kisah ibnu hajar yang diabadikan dengan peribahasa sunda “Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok” atau bahkan sabda Rasulalloh SAW “Siapa yang besungguh sungguh niscaya dia mampu” dan masih banyak ungkapan-ungkapan lainnya yang mengisyaratkan manusia itu bisa berubah melalui latihan membiasakan dan terus belajar.

Nah…dari pemaparan diatas kita bisa simpulkan bahwa bahagianya sebuah ikatan pernikahan bukan terletak pada banyaknya kesamaan antara kita dengan pasangan kita, karena secara kodrat saja sudah berbeda fungsinya. Justru dengan menerima adanya perbedaan akan terciptalah rasa saling membutuhkan, melengkapi, dan saling mengerti. Kalau Al Qur’an mengibaratkan bahwa pasangan itu adalah sebuah pakaian…maka makna kata untuk pakaian disana adalah penyesuaian. Wallohu A’lam…..



Jaka Suganda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.