Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2013

JANGAN TEGANG.....!!!

Anda pernah Tegang......??? Uups....maaf jangan salah faham dulu, maksud saya....apakah anda pernah mengalami suasana dibawah tekanan, ancaman, segala intimidasi dan segala permasalahan yang rumit lainya yang menyebabkan kondisi jiwa menjadi tegang? Saya yakin pernah atau jika belum itu akan terjadi. Karena ini sudah suratan dari Allah SWT sebagai khaliq yang diberikan kepada manusia sebagai makhluk-Nya. Coba kita perhatikan firman Allah Azza Wazalla dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah:155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (Al Baqarah : 155)

Diperusahaan tempat saya bekerja sedang ramai isu tentang PHK, terkait dengan desakan karyawan kontrak kepada perusahaan mengenai pengangkatan karyawan tetap. Sementara dilain pihak perushaan bertahan untuk tidak melakukan itu. Walaupun PHK yang issue akan dilakukan secara berkala belum terjadi, tetapi tidak dipungkiri bahwa situasi seperti ini membuat karyawan cemas. Apalagi masalah pesangon dan penghargaan kerja serta kebijakan lainnya dari perusahaan masih belum jelas, terang saja ini semakin membuat jantung enyut-enyutan (hehe.....emangnya sakit kepala yaa enyut2an). Kemudian dihadapkan dengan pertanyaan2 seperti : Mau kerja apa dan dimana saya nanti? Bagaimana dengan anak dan istri saya? Apakah uang pesangonnya cukup? iya kalau dapat...kalau engga? kebangatan.....Wah pokoknya bikin zipper deh dan yang pasti menegangkan....

Kondisi seperti bukan hanya saya yang mengalami, bisa juga anda.....atau siapa saja asalkan dia manusia dan tentu sesuai dengan tingkatan dan bidangnya masing-masing. Keadaan seperti yang saya ceritakan diatas tidak bisa dibiarkan terus berlarut-larut.

Rafi'udin menulis dalam bukunya "MENDAMBAKAN KELUARGA TENTRAM" bahwa ketegangan jiwa yang berlaru-larut dapat mendorong tubuh seseorang menjadi lemah disebabkan jantungnya kurang berfungsi secara optimal. Mengapa demikian? Karena pembuluh-pembuluh darah dapat menguncup disebabkan jiwa yang tegang. Bila hal itu berlangsung lama disebabkan kondisi jiwa yang tegang terus-menerus, maka jantung terasa lebih berat untuk memompa darah sehingga dapat menyebabkan penyakit baru yang disebut hypertensi (tekanan darah tinggi). Bila sudah demikian, maka dapat mendorong keluarnya zat tertentu pada jaringan paru-paru yang pada akhirnya akan mengakibatkan sempitnya saluran pernafasan. Saluran pernafasan yang menyempit dapat menyebabkan penyakit sesak nafas. Inilah salah satu reaksi jasmaniah sebagai akibat dari ketegangan jiwa yang berkepanjangan.

Selanjutnya ketegangan jiwa yang mulanya hanya bersifat kejiwaan atau psikis tersebut kemudian berpengaruh juga terhadap otot-otot tubuh disebabkan keluarnya zat-zat tertentu yang merupakan reaksi terhadap stress. Umunya otot-otot tubuh yang cepat menjadi tegang adalah otot-otot kepala, leher serta bahu. Kelenjar yang sangat penting untuk membantu pencernaan makanan, yaitu kelenjar akid, dapat juga terpengaruh sebagai akibat ketegangan jiwa ini. Mungkin saja kita pernah melihat atau mendengar seseorang yang secara tiba-tiba jatuh sakit dan mengeluh sakit pada perutnya. Hal semacam itu bisa disebabkan ketegangan jiwa.

Minggu, 26 Juni 2011

Hidup Istiqomah

Sebagai agama samawi, Islam memadukan antara dimensi esoterik (‘aqidah) di satu sisi, dan dimensi eksoterik (syari’ah) di sisi yang lain. Dimensi eksoterik ajaran Islam memuat ajaran paling fundamental yang menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala sebagai pencipta alam semesta. Oleh karena itu, pemaknaan atas iman secara benar dan istiqomah dimaksud untuk mestimulasi rasa spiritualisme keagamaan yang paling asasi dalam wujud penghambaan dan pengabdian secara total kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Istiqomah berasal dari kata Qawama yang berarti tegak lurus. Kata istiqomah selalu dipahami sebagai sikap teguh dalam pendirian, konsekuen, tidak condong atau menyeleweng ke kiri atau ke kanan dan tetap berjalan pada garis lurus yang telah diyakini kebenarannya.

Istiqomah adalah konsistensi, ketabahan, kemenangan, keperwiraan dan kejayaan di medan pertarungan antara ketaatan, hawa nafsu dan keinginan. Oleh karena itu mereka yang beristiqomah layak untuk dapat penghormatan berupa penurunan malaikat kepada mereka dalam kehidupan di dunia untuk membuang perasaan takut dan sedih dan memberi kabar gembira kepada mereka dengan kenikmatan surga. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Al-Fussilat:30).

Sikap istiqomah juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw sebagai identitas keislaman seseorang. Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam:

Artinya: “Dari Sufyan bin Abdullah al-Tsaqafi r.a berkata: Aku berkata Wahai Rasulullah...! katakanlah satu perkataan padaku tentang islam yang aku tidak perlu menanyakannya kepada orang lain. Sabda Rasullah saw: “ucapkanlah aku beriman dengan Allah kemudian beristiqomahlah kamu” (HR. Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa sikap istiqomah tersebut akan berimplikasi kepada bagaimana seorang muslim secara terus menerus dan konsisten berpegang teguh dalam beriman kepada Allah. Istiqomah itu sendiri dapat memberikan efek positif yang sangat besar bagi kehidupan seorang muslim dalam membentuk citra dirinya.

Citra diri (self image) atau konsep diri (self concept) adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri. Walaupun citra diri mempunyai subyektivitas yang tinggi, tetapi hal itu merupakan salah satu unsur penting dalam proses pengembangan pribadi. Citra diri yang positif akan mewarnai pola sikap, cara pikir, corak penghayatan, dan ragam perbuatan yang positif juga, demikian pula sebliknya. Seseorang yang memandang dirinya cerdas misalnya, akan bersikap berfikir, merasakan dan melakukan tindakan-tindakan yang dianggapnya cerdas (sekalipun orang-orang lain mungkin menganggapnya berlagak pintar)

Sesuai dengan citra diri yang disebutkan, maka yang dimaksud dengan citra diri muslim adalah gambaran seorang mengenai dirinya sendiri, dalam artian sejauh mana ia menilai sendiri kualitas kemusliman, keimanan, dan kemuhsinannya berdasarkan tolak ukur ajaran Islam. Peneliaian ini benar-benar tidak mudah dan mengandung subjektivitas yang tinggi, tetapi hal ini dalam ajaran Islam sangat dianjurkan mengingat setiap muslim wajib melakukan muhasabah (evaluasi diri),
menghisab dirinya sebelum ia dihisab di hari akhir.

Seorang muslim yang melakukan istiqomah, maka ia telah melakukan sebuah usaha yang berkaitan dengan pengembangan pribadinya. Pengembangan pribadi adalah usaha terencana untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang mencerminkan kedewasaan pribadi guna meraih kondisi yang lebih baik lagi dalam mewujudkan citra diri yang diidam-idamkan. Usaha ini dilandasi oleh kesadaran bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya dalam rangka mengubah nasibnya menjadi lebih baik.

Seseorang disebut memiliki kepribadian muslim manakala ia dalam mempersepsi sesuatu, dalam bersikap terhadap sesuatu dan dalam melakukan sesuatu dikendalikan oleh pandangan hidup muslim. Karakter seorang muslim terbentuk melalui pendidikan dan pengalaman hidup. Kepribadian seseorang disamping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orang tuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya. Dalam perspektif ini, agama yang diterima dari pengetahuan maupun yang dihayati dari pengalaman rohaniah, masuk ke dalam struktur kepribadian seseorang. Orang yang menguasai ilmu agama atau ilmu akhlak (sebagai ilmu) tidak otomatis memiliki kepribadian yang tinggi, karena kepribadian bukan hanya aspek pengetahuan.

Salah satu kegiatan pribadi adalah ‘menemukan makna hidup’ yang kiranya dapat dimodifikasi untuk merancang program pelatihan ‘menuju kepribadian muslim. Pelatihan menemukan makna hidup ini didasari oleh prinsip-prinsip panca sadar yakni: Pertama sadar akan citra diri yang diidam-idamkan. Kedua sadar akan kelemahan dan keunggulan diri sendiri. Ketiga sadar akan unsur-unsur yang menunjang dan menghambat dari lingkungan sekitar. Keempat sadar akan pendekatan dan metode penghambatan pribadi. Dan kelima sadar akan tokoh idaman dan panutan akan suri tauladan.

Dengan demikian seorang muslim yang melakukan istiqomah, maka ia telah melakukan sebuah usaha yang berkaitan dengan pengembangan pribadinya dan citra dirinya. Pengembangan pribadi adalah usaha terencana untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang mencerminkan kedewasaan pribadi guna meraih kondisi yang lebih baik lagi dalam mewujudkan citra diri yang diidam-idamkan. Usaha ini dilandasi oleh kesadaran bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya dalam rangja mengubah nasibnya menjadi lebih baik.

Kamis, 17 Februari 2011

Membangun Jiwa


Assalamu alaikum ……. sahabat, semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah yang Maha kuasa.

Pada tulisan kali ini saya ingin sedikit menceritakan sebuah kegiatan yang sedang hangat-hangatnya dikampung saya. Baru-baru ini telah resmi dibuka untuk umum sebuah lapangan Badminton. Lapangan yang berada diwilayah Desa Cibuntu RT. 07/03 ini memang hasil kerjasama terpadu antara pemuda dan tokoh masyarakat. Ditambah lagi ada aliran dana dari pemerintah DISORDA (Dinas Olah Raga dan Pemuda) Provinsi Jawa Barat melalui acara Kemah Bhakti Pemuda yang dilaksanakan di Desa Cibuntu pada Tanggal 22-25 Nopember 2010. Al hasil sekarang para pemuda memiliki tambahan sarana olah raga yang menjadi kebanggaan dikampung saya.

Dari sejak peresmian, lapangan tidak pernah sepi setiap malamnya. Apalagi disekitar lapangan Badminton disediakan pula lapangan tenis meja dan 2 buah papan catur …. Hmmm … seru juga yaa. Adalah Pa Sarbini seorang tokoh masyarakat yang bersedia memberikan halamannya untuk dijadikan lapangan tersebut. Bukan hanya kebetulan, karena selain menyalurkan hobi olah raganya Pa Sarbini bisa mendapatkan tambahan dengan membuka warung kecil yang menyediakan makanan dan minuman bagi mereka yang bermain atau hanya sekedar nonton pertandingan.

Saya adalah termasuk yang ikut merasakan dan meramaikan lapangan baru itu. Orang bilang sih “biasa asal ada yang baru juga, nanti juga lama-lama menghilang”. Tapi semoga saja itu tidak terjadi terutama untuk para pemuda yang saat ini sedang giat-giatnya. Siapa yang tahu esok hari nanti salah satu atlet nasional Indonesia itu berasal dari kampung saya. Aamiin.

Nah … selain adanya lapangan baru tersebut, dikampung kami juga sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk perbaikan Masjid Jami’ Al-Ikhlas yang memang letaknya tidak jauh dari lapangan Badminton tersebut. Disini kembali seluruh masyarakat harus berjibaku dan bahu-membahu sekuat tenaga untuk turut mensukseskan perbaikan masjid yang rencananya akan membangun kubah dan menara sebagai syimbol dan ciri khas dari sebuah masjid. Orang tua dan pemuda kembali harus berjaalan beriringan didalam pencaraian dana maupun pengerjaannya.

Berbagai persiapan telah dilakukan dimualai dari membuat proposal pembangunan, mencari kontraktor bangunan dan lain-lainnya yang berhubungan dengan pembangunan. Dalam pikiran saya dan teman para pemuda adalah kalau kita bisa membuat sarana olah raga masa kita tidak bisa memperbaiki sarana olah jiwa.

Dari pemamparan diatas, barang kali sudah sama-sama jelas fungsi dari kedua sarana yang kami kerjakan itu. Lapangan Badminton memang sebagai sarana olahraga dimana seluruh masyarakat bisa menggunakannya untuk kebutuhan dan kesehatan disamping mencari bakat-bakat yang bisa lebih diarahkan. Sementara masjid sebagai pusat tempat kegiatan beribadah bagi umat Islam, pendidikan dan kegiatan keagamaan lainya, selain itu masjid juga dapat digunakan sebagai media informasi keagamaan untuk menjadikan manusia yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT, berkualitas, berdaya guna serta berakhlaqul karimah. Singkatnya kalau Lapangan Badminton untuk kesehatan badan sedangkan masjid untuk kebutuhan jiwa, walaupun keduanya bisa behubungan erat.

Adanya lapangan dan masjid adalah salah satu dari sekian banayak sarana untuk mendukung pembangunan jasmani dan pembangunan ruhani. Tentu akan sangat luas jika kita harus memaparkan apa saja sarana-sarana yang mendukung akan hal itu secara keseluruhan. Yang jadi sorotan pada tulisan ini adalah bagaimana kita menyeimbangkan pembangunan jasmani dengan pembanguanan ruhani kita. Mana yang harus didahulukan? Dan seperti apa realita dimasyarakat? Mari kita tinjau lebih dekat lagi pembangunan ruhani dan pembangnan jasmani tersebut.


Membangun ruhani (jiwa) pada hakekatnya adalah merupakan prioritas yang semestinya kita dahulukan dari pada membangun raga atau bandan kita. Wage Rudolf Supratman dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya menyebutkan ;” Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya !” begitulah antara lain, kita bangsa Indonesia selalu menyanyi. Dalam sudut pandang yang lain, jika kita tengok kembali lima tujuan prinsip dalam pencanangan syari’at Islamiyyah atau yang biasa disebut dengan “Maqaashid Al-Syari’ah Al-Khams” yaitu memelihara dan memberikan perlindungan – dalam arti yang luas terhadap agama, akal, jiwa, nasab, (keturunan) dan harta benda, juga mencerminkan betapa komponen-komponen yang secara bulat berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan lebih mendapat perhatian yang besar.
Namun realita yang terjadi terkesan kita hanya mengurusi raga dan melupakan jiwa. Apakah karena terlalu populernya ‘semboyan olah raga’ “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat” atau karena penekanan pembangunan kita yang terlalu bertumpu pada sektor ekonomi ? mari kita cari jawabannya bersama-sama . . .  !
Jika kita mengkalkulasi kesibukan dan aktifitas kita sehari-hari, berapa persenkah jatah untuk dan dalam rangka mengolah jiwa, bila kita bandingkan dengan prosentase bagi membangun dan memanjakan raga-raga kita ? lihatlah super-super market, pasar-pasar swalayan, restoran-restoran yang terus tumbuh dan berkembang dan selalu kita padati demi pemanjaan terhadap raga-raga kita. Saksikanlah pula iklan-iklan yang setiap saat dijejalkan kerumah-rumah kita  melalui telivisi, radio, majalah-majalah dan lain sebagainya, mulai dari rokok, segala jenis makanan dan minuman, berbagai jenis pakaian dan perumahan indah, hingga segala macam alat kosmetika dan penyedap bau badan, yang hampir semuanya menina bobokkan kita sehingga kita lupa untuk ngopeni kegersangan jiwa kita.

Dari sinilah terbukti kiranya kebenaran Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa “manusia” menurut penciptanya sendiri memang menyenangi kehidupan dunia dan cenderung mengabaikan akhirat. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur'an :
Artinya : “Sekali-kali janganlah demikian, Sebanarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan akherat” (QS. Al-Qiyamah : 20 dan 21)
Bahkan manusia, seperti juga difirmankan penciptanya Allah Swt. terpedaya dan menganggap baik atas segala kesenangan mereka sendiri. sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 14 :     
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkannya yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, (mas picis – rojobrono), kuda atau mobil pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik yakni (surga)”.
Semua sifat-sifat manusia ini, ditambah lagi dengan “perangai-perangai dasar” manusia seperti kecenderungan mereka untuk berlebih-lebihan, suka segera enak, egois, pelupa dan lain sebagainya membuat kecenderungan mereka untuk semata-mata menikmati kesenangan hidup di dunia menjadi semakin total, nyata dan mudah menjadi keniscayaan. Dan oleh karenanya, tidaklah heran jika kemudian yang terjadi adalah; budaya-budaya semacam matrealisme, konsumerisme, hedonisme dan lain sebagainya laku keras dan mendapat antusias lebih dikalangan makhluk yang bernama “manusia” ini.
Faham-faham inilah, yang percaya atau tidak menjadikan manusia yang “Ahsani taqwim” ini menjadi lebih mirip hayawan ternak bahkan lebih rendah daripadanya. Naudzubillahimindzalika.... Sehingga tokoh-tokoh semacam Fir’aun cs, Qorun, Abu Jahal cs dan semisalnya menjadi idola-idola mereka. Fir’aun yang sampai mengaku menjadi Tuhan dan membunuhi rakyatnya, qorun yang juga memproklamirkan diri sebagai Tuhan karena kekayaannya yang dapat menghidupi pengikutnya, Abu Jahal, Abu Lahab dan kaum jahiliyah yang bangga terhadap berhala dan harta benda, kaum ‘Ad, Tsamud kaum Sodom dan sebagainya yang angkuh dan tak tahu malu, mereka semua seenaknya sendiri merampas hak orang lain, tega membunuh saudara sendiri, yang sudah terhormat masih juga nyolong, yang sudah kaya malah semakin serakah, yang dengan bangga membabati dan mengeruk kekayaan negara, suami yang tak risih menjual istrinya, ibu tega menjual diri dan anaknya, mereka yang senang menjilat yang kuat dan menginjak yang lemah dan seterusnya dan sebagainya, itu semua tidak lain adalah karena akibat dan gara-gara mengikuti faham-faham di atas, dan memburu kesenangan-kesenangan duniawi.
Ketika kehidupan masyarakat kita sudah sedemikian adanya, maka patutlah kiranya kita menyadari bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan belaka dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Dan kitapun tahu bahwa kehidupan dunia ini tidaklah lain hanyalah kesenangan yang menipu, dan diakherat nanti ada adzab yang keras.
Bagi umat Rasulillah Saw yang mengimani hari akhir dan memandang dunia ini hanyalah “Mazratul Akhirah” (tempat menanam kebaikan akherat), haruslah menyadari bahwa kecenderungan dari dalam diri dan gebyar iming-iming dari luar yang menunjangnya adalah merupakan adalah fitnah, ujian dan cobaan.
Tinggal kita kuat menghadapi cobaan itu atau tidak, bisa lulus ujian atau tidak, itu semua tentunya sangat tergantung pada sejauhmana kesanggupan dan kemampuan kita untuk mengendalikan faktor-faktor kecenderungan dan kuatnya godaan dari “dalam” atau pengaruh kemilau dari “luar”. Kunci suksesnya adalah terletak pada keberhasilan kita dalam melakukan “olah jiwa” secara terpadu dan kompatibel atau harmonis. Yaach . . .  paling tidak kita dapat mengimbangi berbagai kecenderungan tersebut dengan “Hasanah fil akherat”.
Sehubungan dengan hal itu, ketika kita mengulang-ulang do’a paten “sapu jagad” kita
“Robbanaa aatinaa fidunya hasanah, wa fil aklhirati hasanah, wa qinaa adzaaban naar”
Kitapun sadar, bahwa sesungguhnya kita sedang memohon kesenangan di dunia dan kesenangan diakherat. Tetapi kitapun harus tahu, bahwa sesungguhnya “Hasanah fid dunya” yang sering kita artikan dengan bahagia, sejahtera dan senang sesenang-senangnya di dunia, belum tentu merupakan sarana untuk memperoleh “Hasanah fil akhirah”, sebab, tentunya tidak bisa disebut “Hasanah fid dunya” jika mengakibatkan “Sayyi’ah fil akherat” kesengsaraan dihari kemudian. Walllahu A’lam bis shawab….

Selasa, 07 Desember 2010

Puasa Muharram


Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari 'asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS. Berawal dari situlah puasa Muharram di sunnahkan.

Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa."Rasulullah SAW bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian." (HR. Abu Daud).

Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan. Rasululllah SAW bersabda:

Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda:

 “Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”.(HR. Muslim, Abu Daud, Tirmizdi, dan Nasa’i).

Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘Asyuura.

Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa 'asyuura, ia menjawab, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam." (HR Muslim).

Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.

Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda:  

”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim)

Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya):

Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa 'asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, "Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda :

"Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam." Namun pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR. Muslim, abu Daud).

Berdasar pada hadist ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.

Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda :

"Puasalah pada hari 'asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum 'asyuura dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad).

Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/406) .

Senin, 30 Agustus 2010

LIMA KOMITMEN


Pada tulisan kali ini saya ingin mengajak sahabat tasyakur dan tafakur tentang keberadaan kita dan bulan Ramadhan yang agung ini. Mengapa harus demikian? disaat banyak orang yang santai dan cuek saja dengan Ramadhan ini, kita masih tetap komit sebagai orang yang beriman dengan berusaha tetap menjalankan perintah Allah Aza wazalla dan menjauhi larangan-Nya. Inilah tujuan puasa dibulan Ramadhan yang diperintahkan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183 :
 “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

Oleh karena itu jika nanti setelah Ramadhan terlewati tetapi tidak ada perubahan kearah taqwa sebagaimana yang tersebut dalam ayat diatas, maka sungguh merugilah kita.
Bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan atau latihan bagi segenap kaum muslimin dalam rangka menjadi hamba Allah SWT yang sejati yang harus terus diasah dan dipertahankan pada sebelas bulan yang lainnya setelah Ramadhan usai. Didalam Al-Qur’an kita dapat menemukan nasehat-nasehat dan petunjuk yang akan menuntun seluruh umat manusia menjadi insan yang beriman dan bertaqwa. Kaitannya dengan Ramadhan ini, ada upaya yang dinasehatkan dalam Al-qur”an bagi umat islam untuk salalu mengasah dan melatih diri agar kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang memperoleh kemenangan pada akhir Ramadhan nanti, dan bukan termasuk kedalam golongan orang-orang yang merugi.
Mari sama-sama kita perhatikan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr :
 “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Menurut firman Allah SWT diatas, bahwa seluruh manusia yang hidup didunia ini berada dalam kerugian. Semakin lama masa hidup manusia maka semakin merugilah manusia itu. “Kecuali” orang-orang yang beriman, yang mengerjakan  amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Dari sini kita menemukan lima aspek utama yang harus dijadikan komitmen jika kita ingin termasuk kedalam golongan orang nyang beruntung. Lima aspek inilah yang harus senantiasa kita asah, pelihara dan kita tingkatkan. Nah….., bulan Ramadhan adalah moment yang tepat untuk mentarbiyah lima komitmen itu.
Kalau kita rinci, maka lima komitmen itu ialah :
1.      Iman
Keimanan atau keyakinan seseorang merupakan modal dasar yang mutlaq diperlukan  jika seseorang benar-benar ingin menjadi hamba Allah yang sejati.  Keimanan kita kepada Allah SWT dan segala konsekuensinyalah yang akan membuat hidup seorang muslim menjadi berarti dan punya tujuan. Kita yakin bahwa seluruh alam semesta dan apa saja yang ada didalamnya itu ada yang menciptakan Dialah Allah Robbul Aalamiin, dzat yang satu, tiada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakan. Ketika kita meyakini bahwa Allah lah yang maha kaya dan maha member rizki maka sungguh tiada gunanya segala bentuk  kesombongan. Imanlah pondasi paling dasar dalam menjalankan hidup dan kehidupan ini.

Iman adalah sesutau yang tidak bisa dilihat oleh indera dan merupakan amalan bathin yang tidak bisa diamati. Akan tetapi ada indikator yang menampakan kuat dan lemahnya iman seseorang. Indikator itu ada pada aspek yang lain setelah iman sebagai mana dijelasakan dalam Al-qur’an surat Al-Ashr yaitu amal shaleh, ilmu, da’wah dan sabar. Artinya kualitas keimanan seseorang  bisa tampak melalui amal, ilmu, da’wah dan kesabarannya.
Dibulan Ramadhan ini keimanan kita diuji, merasa terpanggilkah kita dengan seruan Allah SWT :

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S. Al-Baqarah : 183)


2.      Mengerjakan amal shaleh
Amal shaleh (perbuatan baik) adalah segala perilaku baik ucapan atau perbuatan yang berdasarkan syari’at agama islam. Itu artinya segala yang kita lakukan adalah sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya. Segala betuk perbuatan baik apapun akan bernilai ibadah jika kita sudah benar-benar beriman. Sholat, puasa, zakat dan ibadah haji adalah amalan-amalan yang disyariatkan dalam agama kita. Artinya diperintahkan dan pelaksanaannya diatur secara terperinci dalam agama Islam. Amal shaleh bisa berwujud ibadah vertikal kita kepada Allah SWT atau juga melalui akhlak secara horizontal kepada sesama makhluk Allah yang lainnya.

Berpuasa pada bulan Ramadhan adalah bukti keimanan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Dan tentu saja amalan-amalan yang lainnya, yang kesemuanya itu akan mengantarkan kita kepada kepuasan ruhani dan kepuasan bathin. Orang yang imannya selalu diasah akan tampak dari amal shalehnya.

3.      Ilmu
Dalam kalimat “Nasehat menasehati”, berarti ada dua pelaku yaitu yang menerima nasehat dan yang memberi nasehat. Bagi mereka yang dinasehati atau mendapatkan nasehat, itu sama artinya dengan mendapatkan ilmu. Sedangkan bagi mereka yang menasehati atau memberikan nasehat itu sama artinya dia sedang berda’wah atau member ilmu. 

Kita beriman dan beramal shaleh karena kita belajar itulah ilmu. Dalam masalah iman kita belajar ilmu tauhid, ilmu aqidah dan Akhlaq. Semantara kaitannya dengan amal kita belajar ilmu Fiqih, ilmu sosial,  dan sebagainya. Ketika kita sudah benar dalam beriman dan melakukan amal shaleh dengan ilmunya, maka harapan kita adalah segala ibadah kita mendapat pahala dan diterima disisi Allah. Bukan termasuk orang-orang yang ditolak ibadahnya.
 
4.      Da’wah
Seperti dipaparkan diatas bahwa yang memberikan nasehat berarti sama juga dia sedang berda’wah, dan tentu saja yang dinasehatkan adalah kebenaran. Da’wah secara umum sama dengan jihad. Biasanya kita menganggap bahwa jihad itu adalah perang fisik, padahal itu hanya bagian kecil dari pengertian jihad yang luas. Memerangi hawa nafsu dalam puasa ramadhan ini adalah bagian dari jihad, memasukan uang kedalam keropak mesjid juga jihad. Dengan demikaina apabila kita membisakan diri dan sungguh-sungguh untuk berda’wah, keimanan kita akan bertambah kuat.

5.      Sabar
Sabar adalah suatu sikap dimana manusia bisa mengendalikan emosinya, hawa nafsunya dan segala gejolak dalam jiwanya. Sorang muslim yang bersabar itu adalah bukti bahwa dia telah beriman. Begitu banyak keuntungan yang akan diperoleh oleh orang yang bersabar, diantaranya : akan terhindar dari berbagai ketegangan jiwa sehingga terhindar dari berbagai penyakit kejiwaan, orang yang sabar itu pertanda bersyukur sehingga akan mendapat tambahan kebaikan dan karunia dari Allah SWT, ketika sabara dalam menghadapi musibah akan terhapus dosanya. Dan tentu masih banyak lagi hikmah dan keuntungan dari orang yang senantiasa bersabar.

Puasa dibulan Ramadhan melatih kita untuk berlaku sabar. Menuntun kita untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya baik secara syariat maupun pahala, sehingga begitu selesai puasa akan tercerminlah sikap seorang mu’min yang sejati dalam dirinya.

Lima aspek inilah yang akan membawa kita kedalam golongan orang-orang yang beruntung. Semoga ini akan menjadi obat dan motivasi bagi kita, sehingga kita tetap semangat dengan niat ikhlas karena Allah dalam beramal, menuntut ilmu, berda’wah dan berlaku sabar yang pada akhirnya kita akan mendapatkan tempat sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. Amiin.